Tak Tahan Dibully, Siswa SD Pilih Putus Sekolah
Kamis 02-02-2017,10:11 WIB
Reporter : Curup Ekspress
Editor : Curup Ekspress
JAKARTA, CE - Bocah inisial Pian, kelas 3 SDN Bojongrawalumbu 6 memilih berhenti sekolah karena tidak kuat menjadi korban bullying. Pernah tidak naik kelas, dia diejek teman-temannya yang membuatnya depresi. Sebenarnya, orang tuanya sudah membujuk untuk tetap bersekolah. Namun, karena tidak tahan dengan perilaku bullying di sekolah, dia memilih berhenti sekolah. “Ya sejak beberapa bulan yang lalu, dia tidak mau sekolah lagi. Katanya karena mendapat ejekan dari teman-temannya di sekolah,” kata Aldi Oktavian, kerabat dari Pian.
Orang tua Pian saat ini sebagai buruh kasar pencuci karung di salah satu pabrik yang ada di Kota Bekasi. Kini, Pian ikut bekerja bersama kaka iparnya. “Dari keluarga sudah mendorong, memaksa, dan meminta. Bahkan saya sendiri menawarkan diri untuk menemani dia sekolah, tapi tetap tidak mau, ada rasa takut,” ucapnya. Pengamat pendidikan Kota Bekasi Tengku Imam Kobul Yahya mengaku prihatin dengan adanya siswa putus sekolah. “Ini masih kita klarifikasi, soalnya ada data hingga 11 persen siswa yang tidak tercatat, entah mereka hilang pindah wilayah atau memang tidak meneruskan, masih kita cari tahu,” ujarnya.
Menurutnya, jika ada siswa putus sekolah karena tidak ada biaya menjadi hal yang mustahil. Sebab, Pemerintah Kota Bekasi sudah memberikan pendidikan gratis kepada siswa, khususnya yang berasal dari keluarga tidak mampu. Namun, jika ada persoalan lain bisa jadi soal motivasi, inovasi, dan kenyamanan siswa di sekolah. “Kalau mereka berpikir buat apa sekolah? Ya mau gimana lagi? Berarti sudah gak punya motivasi kan? Kalau sudah seperti itu ya berat berarti,” ungkapnya.
Peran sekolah juga menurut Imam untuk tingkat SD masih sangat kurang. Berbeda dengan tingkat SMP dan SMA, tingkat SD tidak memiliki guru khusus yang membidangi permasalahan siswa seperti konseling. Menurutnya, untuk tingkat SD justru guru konseling lebih perlu. Karena merujuk imbauan pemerintah yang menginginkan pendidikan karakter, tingkat SD lebih perlu dibanding tingkat SMP maupun SMA.
Terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Agus Enap mengatakan, permasalahan putus sekolah kembali terhadap lingkungan keluarga. Pasalnya, jika keluarga sendiri tidak bisa maksimal, baik sekolah maupun dinaspun tidak bisa berbuat banyak. ”Kembali lagi ke lingkungan keluarga, mereka sudah maksimal atau belum untuk membujuk anaknya,” terangnya.
Selain itu, orang tua sendiri harus sadar jika anak adalah investasi masa depan. Untuk kasus seperti Pian, orang tua sebenarnya bisa saja memasukan anaknya ke sekolah terbuka yang sifatnya tidak formal dan kecil kemungkinan adanya kasus seperti itu. “Orang tua harus paham dulu kalau anak adalah investasi, kalau di sekolah formal anak merasa takut, sudah dicoba belum dengan membujuk ke sekolah terbuka? Yang kegiatan belajar mengajarnya sendiri berbeda dengan sekolah kovensional,” jelasnya.
Meski begitu, Agus mengaku akan mencoba untuk lebih mengetatkan keseharian anak didiknya di sekolah. Walau sulit, namun meminta guru untuk membatasi ejekan siswa diharapkan bisa meminimalisir kasus-kasus seperti ini. “Kita akan coba imbau sekolah-sekolah khususnya SD untuk lebih mengontrol becandanya anak. Karena mental anak-anak SD memang belum sekuat SMP atau SMA,” ucapnya.
Selain itu, Agus juga mengimbau masyarakat tidak mampu untuk lebih meningkatkan kerja sama dengan RT/RW di lingkungannya. Menurutnya, walau berbeda dengan Pian, siswa yang berhenti karena masalah biaya bisa mendapatkan perlakuan khusus. “Kalau putus sekolah karena kekurangan biaya, laporlah ke RT/RW untuk perkara ketidakmampuan, sehingga bisa dijadikan pengecualian,” pintanya. (pj/ich/yuz/JPG)
Tags :
Kategori :