
CURUPEKSPRESS.COM - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memperkirakan aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya telah menimbulkan kerugian yang secara nominal bahkan melebihi dampak kasus PT.
Mungkin masih ingat tentang kasus korupsi PT Timah yang kerugian lingkungannya itu disebut-sebut sampai 271 Triliun.
sumber yang kita bahas hari ini adalah tentang mengangkat isu yang enggak kalah bikin kalin kaget. ada perkiraan dari ahli kalau kerugian tambang nikel di raja A4 itu potensinya wah bisa jauh lebih gede lagi.
BACA JUGA:Hebohh! Sorotan Sepekan: Isu Tambang Nikel Raja Ampat dan Lonjakan Penumpang KA Jelang Idul Adha
BACA JUGA:Kementerian Investasi: Tambang Nikel di Raja Ampat Tak Bermasalah
Inilah perkiraan yang cukup serius, mari kita gali lebih dalam, kita akan melihat analisis dari Pak Fahmi Radi, pengamat ekonomi energi UGM soal dampak tambang nikel di surga bawah laut Raja H. nanti kita cubo pahami tentang seberapa besar sih potensi kerugiannya, terus ada kontroversi soal izin satu perusahaan yang masih jalan dan dugaan pelanggaran hukumnya supaya kita juga bisa dapat gambaran utuhnya.
Pak Fahmi Radi itu berargumen kalau nilai ekosistem raja A4 itu su generis, unik, tak ternilai. kita bicara soal flora, fauna, spesies langka yang mungkin cuma ada di sana. kalau itu sampai rusak atau hilang, ya udah permanen enggak bisa balik lagi. persis seperti kata beliau kalau itu kemudian punah, itu kan enggak bisa direklamasi.
Nah jadi kalau kita coba pakai katakanlah parameter kerugian lingkungan kayak di kasus timah sebagai dasar hitungan kasar, angka kerugian raja itu ya sangat mungkin ada di atas Rp300 triliun. dan ini bukan cuma soal duit ya, tapi ini representasi hilangnya sesuatu yang enggak tergantikan. poin penting itu bagimana menilai yang tak senilai.
BACA JUGA:Rufas Laguna Pulau Tersembunyi di Raja Ampat Papua
BACA JUGA:Pulau Kofiau Raja Ampat Habitat Burung Endemik Indonesia
Sekarang soal izin tambangnya, kita tahu kan Presiden Prabowo Subianto sudah cabut empat dari 5 diaja 4. empat sudah dicabut, tapi analisis Pak Fahmi Radi ini menyoroti satu yang tersisa punya PGA Agnikel. kenapa ini jadi fokus? padahal kan ada argumen lokasinya di Pulau Gak itu 40 km dari pusat konservasi.
Terus perusahannya juga bilang sudah reklamasi, nah, argumen soal jarah sama reklamasi ini coba dimentahkan sama Pak Fahmi. pertama, soal jarak. Limbah debu nikel itu kan bisa mengandung arsenik ya bahaya itu. debu ini bisa banget terbawa angin Sampai ratusan kilom jauhnya.
Jadi resiko mencemari area konservasi, mencemari kesehatan warga sekitar itu tetap ada. jarak 40 km jadi enggak terlalu relevan lagi . makanya Pak Fahmi bilang, "jadi kalau alasannya tidak ditudup itu karena jauh, saya kira itu tidak tepat juga gitu". jadi resiko residunya bisa menyebar jauh.