BENGKULU, CE - Rencana belasan massa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bengkulu yang akan melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Provinsi Bengkulu terpaksa membubarkan diri. Ini lantaran di massa pandemi Covid-19 ini Polisi tidak memberikan izin kepada mereka untuk melakukan aksi tersebut.
"Pihak keamanan memberi dua pilihan yakni membubarkan diri atau dibubarkan secara paksa, maka kami memilih membubarkan diri secara terhormat karena kami tidak ingin aksi ini bentrok dengan pihak kepolisian," kata koordinator aksi, Kelvin Aldo.
Diketahui, massa yang semula ingin menemui anggota DPRD Provinsi Bengkulu untuk menyampaikan sejumlah tuntutan hanya dibolehkan berorasi dihalaman Masjid Raya Baitul Izza yang berada didepan gedung DPRD setempat. Kendati memilih membubarkan diri, Aldo mengaku kecewa dengan tindakan pihak kepolisian yang dinilainya telah memberangus hak menyampaikan pendapat dimuka umum.
Padahal menurutnya massa IMM Cabang Bengkulu telah mematuhi protokol kesehatan saat berunjuk rasa seperti menggunakan masker dan tidak membawa banyak orang. Selain itu, pihaknya juga telah menyampaikan surat pemberitahuan aksi ke kepolisian setempat tiga hari sebelumnya sesuai dengan peraturan.
"Kami sangat menyayangkan kejadian hari ini, bahwa kebebasan berpendapat di Bengkulu sudah habis dan tak ada bedanya dengan orde baru," ujarnya.
Dalam aksi unjuk rasa ini massa membawa sebelas tuntutan diantaranya menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) untuk disahkan menjadi UU. Selain itu, tuntutan lainnya yakni meminta DPR RI menghentikan pembahasan RUU omnibus law cipta kerja dan menolak kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Massa juga meminta pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dihukum mati.
"Kami juga meminta agar Kapolda Bengkulu menjaga dan menjamin kebebasan berpendapat di Bengkulu ini," tegasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno saat dikonfirmasi melalui telepon menyayangkan aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa ditengah pandemi COVID-19 ini. Menurutnya, ditengah situasi darurat penularan virus corona jenis baru ini, ada banyak cara yang bisa digunakan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi selain dengan cara demonstrasi.
Sebab, kata dia, kerumunan massa saat aksi demonstrasi memiliki tingkat resiko penularan COVID-19 yang tinggi.
"Menyampaikan aspirasi kan tidak harus demo, ada banyak cara lain misalnya melakukan audiensi bersama gubernur atau Ketua DPRD dan itu lebih efektif," paparnya.
Ia menambahkan, kendati maklumat Kapolri tentang larangan kerumunan telah dicabut, bukan berarti masyarakat bisa bebas beraktifitas seperti sebelum pandemi COVID-19. Institusi Polri, kata dia, tetap berupaya menjaga kedisiplinan masyarakat dalam rangka mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan COVID-19. (CE2)