KPK Sindir Bansos Berbau Kampanye

KPK Sindir Bansos Berbau Kampanye

BENGKULU, CE - Saat musim Pilkada seperti saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar para Kepala Daerah (Kada), jangan sampai memanfaatkan Bantuan Sosial (Bansos) untuk kepentingan Kampanye. Ini sebagaimana diungkapkan Kepala Satgas Koordinator Pencegahan Wilayah V KPK, Budi Waluyo saat diwawancarai wartawan pada Selasa (7/7) kemarin.
"Kita ingatkan agar jangan sampai ada agenda terselubung dalam penyaluran Bansos, seperti pemberian Foto ataupun gambar Kada di bantuan tersebut," sampainya usai launching Aplikasi e-Ngadu atau e-Dumas di balai semarak Provinsi Bengkulu kemarin.

Dikatakannya bahwa, pihaknya akan terus mengawasi penyaluran bansos kepada masyarakat di Bengkulu. Agar jangan sampai ada anggaran daerah ataupun anggaran pusat yang justru dimanfaatkan oleh Oknum Kada untuk pencitraan.
Lebih jauh ia menyebutkan, masyarakat yang belum menerima bansos dapat menyampaikan kepada KPK melalui aplikasi Jaringan Pencegahan Korupsi (JAGA) Bansos yanh diluncurkan pada Desember 2019. Melalui fitur kni masyarakat dapat berpartisipasi dan mengawal implementasi kebijakan pemerintah dengan mencermati postur anggaran pemerintah daerah hasil refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.

Hingga 3 Juli 2020 JAGA Bansos menerima total 621 keluhan terkait penyaluran bansos. Keluhan yang paling banyak disampaikan adalah pelapor tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar, yaitu 268 laporan.
"Untuk Bengkulu sampai saat ini masih on the track (sesuai jalur), sampai saat ini belum ada laporan," ujarnya.
Sementara itu, sampai saat ini belum ada penerapan sanksi yang bisa diterapakn bagi kepala daerah yang memanfaatkan bansos untuk alat kampanyenya. Pasalnya, tahapan pilkada untuk proses pendaftaran calon belum dimulai.

"Sampai saat ini kita sebatas mengingatkan, karena aturannya ada di KPU dan belum dimulai," ungkap Budi.
Untuk diketahui, dalam fitur JAGA Bansos, ada enam topik keluhan yang disampaikan pelapor adalah bantuan tidak dibagikan oleh aparat kepada penerima bantuan, bantuan dana yang diterima jumlahnya kurang dari yang seharusnya, nama di daftar bantuan tidak ada (penerima fiktif), mendapatkan bantuan lebih dari satu, bantuan yang diterima kualitasnya buruk, seharusnya tidak menerima bantuan tetapi menerima bantuan serta beragam topik lainnya. Laporan tersebut ditujukan kepada 205 pemda terdiri dari 14 pemerintah provinsi dan 191 pemerintah kabupaten/kota.(CE2)

Sumber: