DKPP Agendakan Pemanggilan Saksi Ahli, Saksi Fakta Sebut KPU Langgar Kode Etik
CE ONLINE - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr Afitra Salamm menyebutkan pihaknya akan melakukan pemanggilan saksi ahli dalam agenda sidang berikutnya. Mengingat dari majelis sendiri merasa keterangan dan informasi yang diterima masih belum cukup.
"Kami akan menghadirkan Kalapas Suka Miskin, dan juga ada permintaan dari KPU RI untuk juga menghadirkan pihak Kemenkum-HAM, Kejaksaan, Kepolisian dan Pokja," sampainya saat diwawancarai Senin (16/11) kemarin.
Dikatakannya, dalam sidang kedua nanti akan dipimpin oleh pihak DKPP, dimana dalam jadwalnya akan ditentukan dalam rapat yang digelar DKPP pada Selasa (17/11) hari ini. Termasuk juga terkait dengan lokasi persidangan, apakah akan dilaksanakan di Bengkulu kembali, atau justru di Jakarta.
"Setelah nanti proses memintai keterangan saksi ahli dari Kemenkumham, Kejaksaan, Kepolisian, Pokja dan lain-lain tadi sudah dilakukan, baru nanti kita akan memutuskan perkara ini," ungkapnya.
Terpisah, Saksi Fakta Pengadu (Agusrin M Najamudin, red), Jumanto mengatakan apa yang telah dilakukan oleh KPU sebelumnya, yakni menetapkan Agusrin - Imron Tidak Memenuhi Syarat (TMS) adalah melanggar kode etik. Karena menurutnya kewenangan KPU adalah untuk memverifikasi, bukan untuk mengklarifikasi.
"Tugas KPU itu kan harus nya memverifikasi, bukan klarifikasi. Yakni mengetahui surat dari Kalapas itu betul atau tidak. Dari hasil verifikasi itulah KPU meminta surat, sesuai dengan fakta ini selanjutnya kita diberi surat untuk memperbaiki berkas, namun justru KPU malah memiliki surat sendiri," ungkap Jumanto.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bengkulu, Irwan Saputra S.Ag MM mengatakan bahwa pihaknya hanya mempedomani surat yang diklarifikasi dari Kemenkum HAM. Dimana disitu menjelaskan jumlah remisinya 4 bulan.
"Setiap remisi yang dikeluarkan harus sesuai dengan surat yang dikeluarkan Kemenkum-HAM," kata Irwan.
Sedangkan terkait dengan adanya surat keterangan dari Lapas, Irwan menyebutkan pihaknya tidak pernah menerima surat resminya. Baik pada saat proses pendaftaran maupun proses perbaikan berkas.
"Kita memverifikasi surat yang diserahkan saat itu belum secara detail menyampaikan terkait status terpidananya. Dari surat itu kita klarifikasi, barulah kita dapatkan dokumen yang secara detail dari Kemenkum-HAM itu," pungkasnya. (CE2)
IKUTI JUGA AKUN MEDSOS CE DIBAWAH INI:
Sumber: