Protokol Puting, Oleh: Dahlan Iskan
Pemberian vaksin PMK perdana di Kota Bandung, Senin (27/6). (Sandi Nugraha/Jabarekspres)--
SAYA berhasil!
Saya sudah menemukan obatnya!
Itulah kata-kata pertama yang disampaikan kepada saya tadi malam. Habis magrib.
Yang menelepon saya itu, Anda sudah tahu: drh Indro Cahyono. Ia pantas bergembira. Saya juga: obat PMK sudah ia temukan. Sudah pula bisa diproduksi.
Minggu lalu pun sebenarnya Indro yakin obat temuannya itu akan manjur. Tapi ia ingin hati-hati. Ia harus menunggu hasil lab dulu. Toh Senin sore kemarin hasil lab itu bisa diperoleh.
Indro tidak hanya meneliti darah. Juga liur. Bahkan susunya. Tiga-tiganya menunjukkan hasil yang nyata: dari darah dan air liur menunjukkan sapi sudah negatif-virus. Dari air susunya diketahui CT Value-nya sudah mendekati 40.
Bandingkan dengan sebelum diobati: CT Value sapi itu hanya sama seperti saya waktu kena Covid dulu: 21.
Itu angka sebelum dan setelah 7 hari sapi diobati.
"Saya akhirnya menemukan obat PMK. Pertama di Indonesia," ujar Indro.
Ia tidak hanya menemukan obat. Tapi juga merumuskan protokol kesehatan sapi dalam menghadapi PMK. Yakni pembersihan kandang, pemberian bubur ke sapi, dan pengobatan. Yang ia bangga: protokol kesehatan itu bisa dilakukan sendiri, secara mandiri, oleh peternak. Tidak perlu kehadiran dokter. (Lihat Disway 23 Mei 2022 dan 25 Juni 2022).
Apakah temuan drh Indro ini akan lolos BPOM? Lalu bisa segera diproduksi? Bisakah temuan drh Indro mendapat perlakuan khusus? Katakanlah bisa dapat ''izin darurat'' seperti Amerika dan Tiongkok mengizinkan vaksin Covid?
Kebetulan soal obat hewan ini tidak perlu izin BPOM. Tapi harus mendapat izin BPMSOH. Anda sudah tahu singkatan apa itu: Badan Pengujian Mutu & Sertifikasi Obat Hewan. BPMSOH itu di bawah kementerian pertanian.
Indro sudah siap dengan angka-angka hasil penelitiannya. Ia seorang peneliti. Ia tahu bagaimana prosedur yang benar dalam sebuah penelitian ilmiah.
Ia segera ajukan permohonan perizinan itu.
Sejak menyadari belum ada obat PMK, Indro memang langsung berinisiatif melakukan penelitian mandiri. Tanpa dana dari pemerintah. Wabah PMK harus segera diatasi. Wabah itu sudah merata. Tidak ada lagi daerah yang nihil.
Hampir tiap hari Indro mengemudikan mobil kecilnya itu selama dua jam. Kelas mobilnya, ampuuun, 1000 cc. Calya. Ia menuju Pangalengan. Yakni salah satu pusat sapi di Jawa Barat. "Di sini laporan resminya ada 1.000 sapi yang terkena PMK. Menurut hitungan saya lebih 2.500," ujar Indro.
Ia pun mondar-mandir dari Pangalengan ke laboratorium. Selama satu bulan terakhir. Lalu dari lab ke Pangalengan. Ia merasa tertantang harus bisa menemukan obat PMK.
Mengapa sampai meneliti susunya?
“Saya bermaksud menjadikan susu sapi sebagai vaksin untuk anak-anak mereka," ujar Indro.
Menurut hasil penelitian Indro, susu sapi yang baru saja terkena virus PMK mengandung titer antibodi yang tinggi. Maka anak-anak sapi yang masih sehat bisa diminumi susu sapi yang sudah sembuh PMK. "Apalagi anak sapi yang masih berumur 1-3 bulan belum bisa divaksin," ujarnya.
Kalau itu bisa dilakukan, Indro merasa Indonesia bisa menyelamatkan satu generasi sapi setelah wabah ini.
Hanya saja ada hambatan. Di dalam puting susu itu ada kemungkinan bersembunyi virus PMK. Maka Indro merencanakan membuat protokol pencucian puting susu. Yakni bagaimana peternak bisa merendam puting susu ke dalam cairan antiseptik. "Saya lagi meneliti. Perlu berapa menit perendaman puting itu. Sebentar penelitiannya selesai," katanya. "Perkiraan saya antara 5 sampai 10 menit. Tapi agar angkanya pasti tunggu hasil penelitian," tambahnya.
Bukan main leganya Indro bisa menemukan obat PMK ini. Ia ingat peristiwa 15 tahun lalu. Ia menerima ''hukuman'' dari atasan. Yakni saat ia melaporkan penemuannya: PMK sudah mulai masuk Indonesia.
Waktu itu Indro sudah selesai memperdalam ilmu virologi. Tapi ia merasa belum dipercaya sebagai ilmuwan. Maka ia putuskan berhenti bekerja. Ia belajar lagi. Ia dalami ilmu imunologi, patologi, fisiologi, epidemiologi, sistem diagnostik, dan biologi molekuler. Dua tahun ia di Australia.
Bahwa akhirnya Indro menemukan sesuatu untuk negara dan rakyatnya itu karena kesabarannya. Ia sudah kenyang dengan caci maki, hinaan, dan peremehan.
"Setiap kali ada wabah virus saya berpikir melihatnya dari banyak sudut keilmuan," katanya. "Virus itu sama. Di manusia, hewan, maupun tumbuhan" katanya.
Indro tipe peneliti yang tidak peduli gaji, penghasilan, dan fasilitas. "Sepanjang ada kopi satu galon penelitian jalan terus," katanya. "Apalagi kalau disertai rokok 4 pak," tambahnya.
Ia bukan orang fanatik. Ia ganti merek rokok sejak dua tahun lalu. "Gara-gara warung di depan rumah jual rokok merek itu," katanya.
Sumber: