Rekonstruksi Pembunuhan ASN, Wartawan Dilarang Meliput
CE ONLINE- Satreskrim Polres Lebong, Rabu (24/2) pukul 10.00 WIB melaksanakan rekonstruksi kasus pembunuhan ASN inisial DF (30) yang dilakukan oleh IB di rumah kontrakan Desa Nangai Tayau Kecamatan Amen.
Hanya saja, dalam rekonstruksi tersebut digelar tertutup dan terbatas. Bahkan awak media tidak diijinkan berada di dalam untuk meliput jalannya rekon, dengan alasan meminimalisir penyebaran COVID-19. Namun, saat rekon berlangsung, polisi yang berada di dalam tkp lebih dari lima orang. Sehingga total orang yang berada di dalam TKP lebih dari 20 orang.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kasat Reskrim Polres Lebong Iptu Didik Mujianto, datang menghampiri sejumlah awak media, dengan tetap tidak memberikan ruang bagi wartawan, untuk meliput langsung rekontruksi yang digelar didalam rumah kontrakan TKP dugaan pembunuhan tersebut.
“Nanti diberi kesempatan, nanti saja ya. Nanti dirilis di Polres,” ucapnya.
Lebih lanjut Kasat Reskrim, hanya memberi waktu sebentar untuk mengambil gambar. Akibatnya, awak media mengeluhkan sulitnya mengakses foto dan gambar yang nantinya disampaikan ke masyarakat.
"Untuk rekan wartawan silahkan mengambil gambar dulu sebelum rekon dimulai," ungkapnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno dihubungi awak media mengatakan, bahwa untuk rekonstruksi tidak dilarang jika awak media ingin mengambil gambar, dan hal itu diminta disampaikan dengan Kasat Reskrim atau pihak yang bertanggung jawab di TKP.
“Sampaikan aja jika mau ambil gambar, ga apa-apa masuk,” tutupnya.
Terpisah, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Lebong, Muharista Delda, dalam hal tersebut sangat menyayangkan sikap dari petugas Polres Lebong dan Polsek Lebong Utara, yang melarang wartawan melakukan peli putan rekontruksi pembunuhan ASN.
''Kami sangat menyayangkan sikap petugas dari Polres Lebong dan Polsek Lebong Utara yang melarang wartawan melakukan peliputan rekonstruksi pembunuhan PNS Disperkim di Desa Nangai Tayau. Tidak seharusnya polisi bersikap berlebihan melarang wartawan mengambil gambar karena momennya adalah rekonstruksi, bukan olah TKP yang dikhawatirkan menghilangkan barang bukti," ungkap aris.
Lebih lanjut, Apalagi sampai membentak dan mendorong wartawan yang menjalankan tugasnya. Dalam menjalankan tugas jurnalistik.
"Setiap wartawan berhak mendapatkan informasi sedalam mungkin, baik melalui keterangan narasumber maupun pengamatan secara langsung atas sebuah kejadian. Kebebasan wartawan menjalankan tugasnya dijamin UU Pers," ujarnya.
Maka dari itu Aris yang tergabung di dalam PWI Lebong bersama wartawan lainnya meminta dari pihak Polres segera mengklarifikasi kejadian tersebut.
"Kami minta Kapolres segera mengklarifikasi kejadian itu. Sekaligus kami minta petugas yang mengusir wartawan saat di lokasi kejadian itu diberi pembinaan, minimal dikasih pemahaman tentang tugas dari wartawan itu seperti apa. Jangan sampai wartawan yang sejatinya dilindungi hukum dalam menjalankan tugasnya, justru dikebiri penegak hukum," tutupnya.
Sementara itu Sekretaris PWI Lebong, Dwi Novianto menambahkan, terkait insiden pelarangan kerja wartawan tersebut, PWI Lebong akan menyurati secara resmi ke Kapolres Lebong. Termasuk juga tembusan ke Kapolda Bengkulu, Dewan Pers, Ombudsman dan KIP terkait keterbukaan informasi publik.
"Besok kita ajukan surat keberatan surat resmi PWI Lebong. Setelah itu silakan pihak Polres klarifikasi ataupun menyampaikan permintaan maaf secara langsung," tegasnya. (CE8)
Ingin Berlangganan Koran? Hubungi Kontak Whatsapp +62 821-7863-9651
IKUTI JUGA AKUN MEDIA SOSIAL CE DIBAWAH INI:
Sumber: