Benarkah Hewan Kurban jadi Tunggangan di Akhirat? Simak Penjelasan UAS

Benarkah Hewan Kurban jadi Tunggangan di Akhirat? Simak Penjelasan UAS

IST/CE UAS saat isi ceramah tentang kurban di youtube.--

NASIONAL, CURUPEKSPRESS.COM - Hari raya Idul Adha erat kaitannya dengan pelaksanaan kurban.

Jadi, apa saja keutamaan bagi orang yang berkurban? Lalu benarkah hewan kurban akan jadi tunggangan di Akhirat?

Ustadz Abdul Somad atau kerap disapa UAS memberikan penjelasan terkiat hal tersebut dalam ceramahnya di channel youtube @MUJAHID KASEP.

Dalam video tersebut, UAS menjelaskan bahwa dalam ada beberapa landasan sumber dalil, diantaranya ada hadits, ada pendapat ulama dan ada ijtihad ulama.

Ada seorang ulama yang ketika sudah mengeluarkan fatwa tidak mau tawar-menawar.

Berkurban untuk 7 orang dalam 1 ekor lembu, bagaimana kalau ditambah dengan kambing? Oh tidak boleh.

Kita sekarang berhadapan dengan orang yang cara berpikirnya rasional.

Berkenaan dengan hal itu memahami targhib wa tarhib, yakni memotivasi dan memunculkan rasa takut.

BACA JUGA:

Nah jadi cerita tentang hewan kurban itu akan menjadi tunggangan bagi orang yang berkurban itu ada dalam kitab.

Tetapi memahaminya secara akli bisa membuat orang menjadi termotivasi untuk melaksanakan ibadah kurban. 

"Perumpaan kita saat di dunia saja tidak mau berjalan kaki, apalagi di akhirat. Adapun nanti yang kita alami di akhirat itu dak pernah ditengok dengan mata, tidak pernah didengar dengan telinga dan tak pernah terlintas di hati manusia," jelas UAS.

Lalu kurban itu fadilah atau keutamaannya apa? Dalam sebuah hadits dari Saida Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW  bersabda, yang artinya

"Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya." (Hadits riwayat al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sumber: