Kasus Gigitan Hewan Penyebab Rabies (HPR) Terbanyak
CE ONLINE - Kabupaten Kepahiang menempati peringkat ke 1 dari 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, dengan kasus gigitan hewan penyebab rabies (HPR).
Dikatakan Kabid P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepahiang Wisnu Irawan, S.Kep, MM bahwa ditahun 2020 lalu jumlah kasus gigitan HPR di Kabupaten Kepahiang mencapai 189 kasus, 1 kasus diantaranya berujung dengan kematian.
"Ya, kalau untuk kasus gigitan HPR nya tahun lalu (2020, red) kita terbanyak mencapai 189 kasus, tapi itu kasus gigitan ya bukan kasus rabiesnya," ungkap Wisnu.
Bercermin dari kasus yang terjdi ditahun 2020 lalu, Pemkab kepahiang melalui dinas Kesehatan telah membentuk Rabies Center di 2 PKM yang ada di Kepahiang. Dimana didalamnya gabungan dari beberapa OPD seperti Dinkes dan Bidang Peternakan Dinas pertanian, yang secara berkala melakukan sosialisasi dan penyuntikan VAR terhadap hewan hewan peliharaan penyebab rabies.
Hanya saja tegas Wisnu, upaya tersebut belum mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat pemilik HPR yang sampai dengan saat ini masih melepasliarkan HPR nya.
"Kalau kita lihat data kasus gigitan HPR, sebagian besarnya akibat HPR liar," tegasnya.
Sedangkan untuk melakukan kegiatan eliminasi, seperti yang dulu-dulunya pernah dilakukan oleh beberapa daerah lain, saat ini upaya tersebut sudah tidak diperbolehkan lagi.
"Untuk korban gigitan rabies, masih bisalah kita bantu dengan penyutikan VAR atau SAR, tapi sekarang ini yang terpenting itu adalah kesadaran masyarakat untuk tidak melepasliarkan HPR piliharaannya," ucapnya.
Selagi hal tesebut masih terjadi tambah Wisnu, kasus gigitan HPR di Kabupaten Kepahiang tetap akan terjadi. Disisi lain Wisnu, juga meminta peran serta Pemerintahan desa dan kelurahan di Kabupaten kepahiang, untuk membantu upaya penekanan kasus gigitan HPR dengan membuat peratuan desa yang menginkat dengan sanksi sanksi tegas agar pemilik HPR peliharaan untuk tidak melepas lirakan peliharaannya.
"Melalui Rabies Center, kami juga pernah mendorong Pemdes untuk membuat perdes soal HPR ini, mungkin ini juga merupakan salah satu upaya agar kita bisa lepas dri peringkat 1 Kasus gigitan HPR ini," imbuhnya.
Lebih lanjut disebutkan Wisnu, jika saat ini stok VAR dan SAR yang dimiliki pihaknya dalam kondisi menipis, bahkan VAR yang ada saat ini pun sudah mendekati masa kadaluarsa dipertengahan bulan April ini.
"Untuk Stok SAR kita tidak ada lagi habis dan kosong, sedangkan untuk VAR, mungkin hanya bisa untuk beberapa kasus saja lagi dan itupun hanya bisa kita gunakan sampai dengan pertengahan bulan ini saja karena lewat tengah bulan ini sudah kadaluarsa," ucapnya.
Sedangkan untuk meminta tambahan stok SAR dan VAR dari pengadaan Pemerintah pusat melalui Dinas Provinsi, tegas wisnu saat ini juga Dinas Provinsi juga belum mendapatkan pasokan stok dari Pemerintah pusat.
"Kalau kita beli sendiri tidak mungkin karena harga VAR dan SAR ini mahal, lagian anggaran untuk itu juga tidak ada, karena selama ini kita hanya mendaptkan VAR dan SAR dari Dinas Kesehatan Provinsi melalui pengadaan nasional," tukasnya. (CE7)
Ingin Berlangganan Koran? Hubungi Kontak Whatsapp +62 821-7863-9651
IKUTI JUGA AKUN MEDIA SOSIAL CE DIBAWAH INI:
Sumber: