Legenda Putri Serindang Bulan dari Daerah Lebong
IST/NET ilustrasi putri serindang bulan sumber gambar wallpaperbeter.com--
LEBONG, CURUP EKSPRESS.COM - Pada zaman dahulu kala, di daerah Bengkulu ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Mawang. Kerajaan tersebut berpusat di kota Lebong. Raja ini memiliki tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang putra dan seorang putri. Keenam putra tersebut bernama Ki Gete, Ki Ain, Ki Tago, Ki Geeting, Ki Jenain, dan Ki Karang Nio. Sementara itu, putri satu-satunya diberi nama Serindang Bulan.
Alkisah, Ketika tiba saatnya pergantian tahta, Raja Mawang menunjuk Ki Karang Nio untuk menggantikannya. Ia diberi julukan Sultan Abdullah. Tak lama setelah itu, raja pun meninggal dunia. Sepeninggal sang raja, pada awalnya kerajaan masih aman, sentosa, dan terkendali di bawah pimpinan Ki Karang Nio. Hanya saja kemudian, terjadi konflik internal dengan saudara-saudaranya.
Hal ini dikarenakan mereka merasa malu dengan keadaan adik bungsunya, Serindang Bulan. Bagaimana tidak? Setiap kali ada laki-laki yang melamarnya, tubuh wanita itu tiba-tiba terkena kusta. Penyakit itu akan hilang jika pertunangan batal. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang kali. Tentu saja, itu merupakan aib yang harus segera dihentikan. Oleh karena itu, keenam kakak Putri Serindang Bulan mengadakan pertemuan untuk mencari cara agar dapat menghapus aib tersebut.
“Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, nama baik keluarga kita akan semakin jelek di mata para raja. Apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah ini?” tanya Ki Gete membuka pembicaraan.
Mendengar pertanyaan itu, kelima saudaranya hanya terdiam. Sejenak, suasana sidang menjadi hening. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba Ki Karang Nio angkat bicara.“Bagaimana kalau Putri Serindang Bulan kita asingkan saja ke tempat yang jauh dari keramaian,” usul Ki Karang Nio.
“Apakah ada yang setuju dengan usulan Ki Karang Nio?” tanya Ki Gete.
Tak seorang pun peserta sidang yang menjawab. Rupanya, mereka tidak sepakat dengan usulan Ki Karang Nio.
“Kalau menurutku, sebaiknya Putri Serindang Bulan kita bunuh saja,” sahut Ki Tago.
BACA JUGA:
- Mayoritas Petani Masih Percaya Mitos “Raja Tikus”
- Mitos Pemandian Suban Air Panas, Obati Penyakit Kulit hingga Pegal Linu
Mendengar usulan Ki Tago, para putra Raja Mawang tersebut langsung sepakat, kecuali Ki Karang Nio. Meskipun ia seorang raja, Ki Karang Nio harus menerima keputusan itu, karena ia kalah suara oleh kakak-kakaknya. Dalam pertemuan itu juga diputuskan bahwa Ki Karang Nio-lah yang harus melaksanakan tugas itu. Untuk membuktikan bahwa ia telah melaksanakan tugasnya, ia harus membawa pulang setabung darah Putri Serindang Bulan.
Setelah pertemuan selesai, Ki Karang Nio segera menemui Putri Serindang Bulan. Betapa sedihnya hati putri yang malang itu mendengar keputusan kakak-kakaknya. Namun, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan nasibnya kepada Tuhan Yang Mahakuasa Kuasa.
“Ya, Tuhan! Lindungilah hambamu yang tidak berdaya ini!” ucap Putri Serindang Bulan dengan air mata bercucuran membasahi pipinya yang berwarna kemerah-merahan.
“Maafkan aku, Dik! Aku juga tidak berdaya menghadapi mereka,” ucap Ki Karang Nio seraya menghapus air mata adiknya.
Pada hari yang telah ditentukan, Ki Karang Nio pun bersiap-siap untuk membawa adiknya ke sebuah hutan yang sangat lebat untuk dibunuh. Sebelum mereka berangkat, Putri Serindang Bulan mengajukan satu permohonan kepada Ki Karang Nio.
Sumber: