Sabun sudah lebih dulu digunakan Sebelum Detergen

Senin 06-02-2017,16:36 WIB
Reporter : Curup Ekspress
Editor : Curup Ekspress

CURUP, CE - Sepertinya memang benar penggunaan detergen dalam pembuatan gula merah sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Bahkan sebelum para pembuat gula aren yang sekarang melakukannya. Seperti diakui oleh Sugimin (61)  warga Air Meles yang mengaku sejak orang tuanya telah menggunakan detergen tersebut untuk proses pembuatan gula aren.

"Sudah sejak saya masih kecil dulu bahkan para orang tua pun di zaman itu sudah menggunakan detergen dalam proses pembuatan gula aren. Namun perlu diketahui penggunaan detergen tersebut juga hanya sedikit sekali yang kami masukkan kedalam tuntung sadap yang berfungsi untuk mengencerkan sagu yang terkandung didalamnya," sampainya. Diceritakannya, sebelum penggunaan detergen tersebut petani aren menggunakan sabun sebagai penetralisir atau mereka sebut pembersih sagu yang ada pada tuntung tersebut.

"Yang saya tahu pada zaman dahulu berdasarkan cerita-cerita orang, sebelum penggunaan detergen tesrebut mereka pernah menggunakan sabun yang dikikis kecil-kecil yang mempunyai fungsi yang sama dengan pencampuran detergen ini, namun karena dengan menggunakan sabun tersebut dianggap repot makanya banyak yang beralih menggunakan detergen," cerita Sugimin. Kemudian untuk pengambilan air nira nya sendiri tidak setiap kali mereka menggunakn detergen tersebut. Ada waktu-waktu tertentu mereka menggunakannya dan biasanya hanya dilakukan pada sore hari saja, dan pada saat tangkai bunga aren yang digunakan ujntuk menyuling air nira tersebut sudah semakin pendek.

"Pemasangan tuntungan tersebut biasanya dilakukan dua kali dalam satu hari dan kami hanya memasukan detergen tersebut sedikit sebagai penetral asam tersebut pada sore hari karena lebih lama waktunya sehingga sagu yang dihasilkan biasanya lebih banyak, makanya memerlukan rinso tersebut dan itupun hanya sedikit sekali, sedangkan pada pagi hingga siang hari produksinya bisanya tidak banyak dan waktunya juga singkat hanya hingga pukul 14.00 WIB hingga 15.00 WIB, sehingga kami tidak memakai detergen tesrebut," jelasnya.

Sementara itu ditambahkan oleh Neti (40) salah satu petani gula aren lainnya mengakui juga menggunakan cara yang sama. Hanya saja walaupun mereka menggunakan detergen tersebut, namun menurutnya gula yang digunakan sama sekali tidak membahayakan karena buih hasil detergen yang sangat sedikit tersebut sudah mereka buang. Untuk pembuktiannya sendiri Neti mengatakan bahwa selama ini dirinya dan keluarganya juga selalu mengkonsumsi gula merah yang ia buat dan hingga sekarang bahkan tidak ada yang dirasa membahayakan sama sekali.

"Gula merah kami ini aman, kami selalu membuang buih yang ada pada buih yang ada pada saat pemasakan air nira tersebut secara bersih, dan buktinya sendiri saya bersama keluarga saya dan bahkan keluarga pak Sugimin pun dari dulu juga mengkonsumsi gula yang kami masak, dan buktinya alhamdulillah hingga sekarang kami baik-baik saja," terangnya. Neti mengatakan jika memang kedepannya pemerintah benar-benar melarang penggunaan detergen tersebut, maka mereka tentunya mau tidak mau harus mengikuti jika memang hal tersebut dianggap berbahaya dan dirinya berharap pihak terkait dapat memberikan solusi untuk menggantikan detergen tersebut, karena jika tidak tentunya itu akan sangat berpengaruh pada penghasilan mereka.

"Jika memang akan dilarang penggunaanya, tentu kami sebagai petani harus menuruti dan kami minta agar pihak terkait dapat memberikan solusi terkait hal ini karena jika tidak maka hasil gula akan menjadi lembek dan jika gulanya lembek maka harganya tentu tidak sama dengan gula normal dan hanya dapat kamijual setengah harga dari harga normal," ungkapnya. Akan tetapi berbeda dengan pernyataan Sugimin dan Neti, Sarim Dm (58) warga Air Bang yang juga merupakan petani aren mengatakan bahwa dirinya memang benar juga menggunakan detergen.

Akan tetapi dirinya menampik jika detergen tersebut dicampurkan dengan air nira. Dikatakannya bahwa penggunaan detergen tersebut hanya untuk mencuci bersih tuntungan yang dipergunakan untuk menyuling air nira dan bukan dicampurkan kedalamnya. "Saya memang menggunakan detergen, tapi detergen ini hanya untuk mencuci tuntungan bambu ini agar bersih dan tidak ada lagi sisah sagu yang tertinggal didalamnya yang mana sagu itulah yang mengakibatkan asam itu terjadi, dan untuk kualitas gula sendiri itu juga bisa berpengaruh terhadap cara memasaknya kalau untuk tungku saya ini sendiri tidak bisa didiamkan lebih dari 45 menit nira harus mendidih dan juga dibuang buihnya yang merupakan hasil dari endapan sagu yang ada di air nira tersebut, selain itu faktor cuaca yang berubag secara ekstrim juga dapat mempengaruhi keasaman pada air nira tersebut," sampainya.

Sedangkan untuk harga gula merah sendiri, Sarim mengatakan saat ini harga gula merah masih termasuk normal yaitu berkisar Rp 13.000 - Rp 14.000 rupiah per kilonya, sedangkan untuk harga tertingginya bisa mencapai angka Rp 17.000 - Rp 18.000 perkilonya. "Saat ini harga tergolong normal, kalo saya menjual itu sekitar harga Rp 13.000 - Rp 14.000 rupiah per kilonya, dan biasanya harganya naik saat menjelang bulan puasa dan bahkan bisa mencapai Rp 17.0000-18.000 ribu rupiah perkilonya dan pernah juga anjlok hingga Rp 8.000 - 12.000 rupiah perkilonya," terangnya. (CE2)

Tags :
Kategori :

Terkait