Penghapusan HO Picu Polemik

Sabtu 08-04-2017,16:42 WIB
Reporter : Curup Ekspress
Editor : Curup Ekspress

CURUP, CE - Terkait penghapusan izin gangguan (HO) yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 tahun 2017 terhitung sejak tanggal 29 Maret lalu, dipediksikan akan menjadi polemik. Pasalnya jika tidak ada lagi urusan untuk kepengurusan Ho tersebut, yang membuat masyarakat tidak bisa mengajukan keberatan jika ada aktivitas pekerjaan dari sebuah perusahaan yang mengganggu masyarakat.

"Sekarang kita sedang lakukan pendalaman terkait penghapusan HO berdasarkan Permendagri Nomor 19 tahun 2017 itu. Karena jika memang dihapuskan (HO, red), tentu ini akan menjadi polemik," sampai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pitu (DPMPTSP) Rejang Lebong, Ir Afnisardi.

Namun rencananya hari ini pihak DPMPTSP akan menyampaikan terkait Permendagri No 19 tahun 2017 tersebut kepada Bupati Rejang Lebong, H. Ahmad Hijazi SH MSi. Afnisardi mengatakan penyampaian tersebut tentunya bertujuan agar bupati juga ikut menelaah Permendagri tersebut. Pasalnya jika Permendagri tersebut akan diberlakukan, tentu Bupati harus mencabut Perda terkait penarikan retribusi untuk kepengurusan Ho.

"Ini akan kita sampaikan dulu pada Bupati, jika Permendagri ini memang mau diberlakukan, tentu Bupati harus mencabut dahulu Perda terkait retribusi Ho dan kepengurusannya," ujarnya. Dikatakan Afnisardi memang dengan penghapusan Ho akan mempermudah kepengurusan pengusaha untuk mendirikan sebuah perusahaan. Akan tetapi dari sisi lain, jika Perda terkait retribusi Ho tersebut dihapuskan, bukan hanya masyarakat saja yang dirugikan dengan tidak bisanya menyampaikan keberatan dengan segala resiko gangguan yang ada. Akan tetapi Daerah juga dirugikan, pasalmya pasti akan ada pengurangan PAD akibat penghapusan tersebut.

"Memang satu sisinya mempermudah pengusaha untuk mendirikan usaha, akan tetapi efek dari penghapusan Ho tersebut tentu juga akan memiliki dampak baik kepada masyarakat maupun daerah sendiri," katanya. Terpisah, Kabid Perizinan DPMTSP, Nashrufi Mufti SE MM berpendapat bahwa jika nanti Permendagri tersebut disetujui oleh Bupati, tentu nantinya akan menimbulkan protes dari kalangan masyarakat. Dicontohkannya saja seperti pemaslahan limbah klinik, jika tidak ada survei-survei yang dilakukan yang dipergunakan untuk pembuatan Ho, maka tentunya jika nanti ada pencemaran yang diakibatkan dan tidak ada pihak yang dibebankan tanggung jawab atas permaslahan tersebut.

"Misalnya rumah saya dekat klinik, terus limba klinik mencemari tanah sehingga berpengaruh terhadap kualitas air sumur saya. Tentu saya tidak bisa protes karena pihak klinik tidak diwajibkan untuk membuat Ho," jelasnya. Kemudian Nashrufi mengatakan, jika pemerintah Bupati tidak ingin mengikuti Permendagri tersebut, menurutnya hal itu masih bisa diusahakan. Pasalnya Rejang Lebong memiliki perda terkait kebijakan kepengurusan Ho. Sedangkadan Dalam UU Nomor 23 tahun 2004 pasal 409 huruf C meyatakan bahwa kewenangan dari pemerintah Daerah itu merupakan salah satu dasar pengambilan keputusan.

"Jadi jika melihat kedudukannya Permendagri tersebut masih kalah kedudukannya dengan perda yang dijelaskan dalam UU Nomor 23 tahun 2004 tersebut. Tapi sekali lagi keputusan final itu ada pada Pemerintah Daerah," tandasnya. (CE2)

Tags :
Kategori :

Terkait