KEPAHIANG,CURUPEKSPRESS.COM - Meskipun dihasilkan dari daratan Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Produk Taiwan Oolong Tea yang diekspor dan dipasarkan di Negara Taiwan, kabarnya sedikitpun tidak melampirkan nama dari Kabupaten Kepahiang sendiri ataupun nama Provinsi Bengkulu.
Bahkan nama Indonesia sekali pun.
Diketahui usai dipanen oleh pemetik teh yang merupakan mayoritas warga Kecamatan Kabawetan. Daun teh kering yang berbentuk keriting kecil-kecil langsung dimasukkan ke dalam kardus-kardus berukuran sekitar 18 Kg.
Dimana setiap bulan, satu kontainer berisi kardus-kardus dengan teh ulung di dalamnya akan dikapalkan ke Taiwan. Biasanya, pengiriman tersebut dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Lalu setibanya di Taiwan, teh ulung dari Kepahiang ini akan diberi merek "Taiwan Oolong Tea", memang tidak sama sekali ada nama Kepahiang.
"Dulu saya pernah membaca, pada produk teh oolong mencantumkan nama Kabupaten Kepahiang. Namun untuk saat ini, saya tidak tahu karena tidak pernah lagi melihat produk teh oolong," sampai tokoh masyarakat asli Kabupaten Kepahiang, Edwar Samsi SIP MM.
Dikatakan Edwar, sudah seharusnya pada produk teh oolong itu dicantumkan nama Kabupaten Kepahiang. Karena teh yang dihasilkan oleh PT TUM berasal dari Kabupaten Kepahiang. Sehingga menurutnya, sudah semestinya nama Kepahiang juga ikut dilambungkan.
"Ya kita berharap dengan dicantumkannya nama Kepahiang. Kepahiang bisa dikenal oleh masyarakat di mancanegara. Sehingga dengan itu juga, bisa dikatakan merupakan sumbangsi dari pihak PT nya sendiri," terang Edwar.
Edwar juga mengatakan, pada saat dirinya menjabat sebagai DPRD Kepahiang. Beberapa anggota DPRD pernah menyambangi PT itu, PT TUM dinilai tidak banyak melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR). Bahkan jalan menuju kantor PT TUM dalam keadaan buruk dan becek ketika hujan turun.
Selain itu Edwar juga mengatakan, bahwa keberadaan PT TUM yang memiliki 100 persen saham atas perkebunan teh yang dikelolanya tersebut perlu dievaluasi.
"Harus ada evaluasi terhadap perusahan itu. Sayangnya, aturan tentang PMA itu sah-sah saja. 100 persen modal asing tidak apa-apa. Kontribusinya mungkin karena perusahaan tersebut juga memiliki buruh pemetik daun teh sekitar 200 lebih yang menggantungkan hidup dari PT itu," jelas Edwar.
Sementara itu untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari perusahaan tersebut lanjut Edwar, hanyalah Sumbangan pihak ketiga sebesar Rp 14 juta per tahun. Hal itu dinilai tidak setimpal dengan apa yang akan difasilitasi Pemkab Kepahiang.