Buku Nikah Bakal Diganti jadi Kartu
JAKARTA, CE - Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan kartu nikah sebagai pengganti buku nikah, Kamis (8/11). Peluncurannya berbarengan dengan beroperasinya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) berbasis web dan kartu nikah. Simkah merupakan direktori data nikah yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri, dan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) Kementerian Keuangan. Inovasi positif tersebut perlu didukung. Pasalnya selain harga kertas yang makin mahal, pendataan terhadap status nikah masyarakat juga lebih terjaga. Kartu nikah diharapkan akan mempermudah masyarakat dalam menghadapi kondisi tertentu.
Kondisi tertentu ini diantaranya banyak berdirinya hotel- hotel yang berlabelkan syariah. Anggota majelis kehormatan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Refrizal mengatakan dirinya sangat mendukung adanya kartu nikah. Selain bisa disebut efisiensi, kartu tersebut juga simple dan bisa disimpan dan dibawa ke mana saja. “Jika kartu nikah itu dibuat untuk mempermudah kepentingan dan kebutuhan rakyat tentu harus didukung. Apalagi harga kertas ke depannya semakin mahal, mungkin dengan adanya kartu nikah ini ke depannya bisa memangkas anggaran juga, ” kata Anggota DPR dari PKS, Refrizal kepada FIN, melalui sambungan telpon, Jakarta, Senin (12/11).
Anggota dari Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily menambahkan kebijakan Kemenag dalam mengganti buku nikah menjadi kartu seharusnya diberikan dukungan. Dia menyebutkan tak jarang masyarakat dihadapkan dalam kondisi tertentu yang perlu menunjukkan adanya tanda sudah menikah. “Mungkin saat ini masyarakat agak enggan untuk membawa buku nikahnya ke mana-mana. Namun jika sudah berupa kartu yang menjelaskan dirinya sudah menikah tidak akan malas lagi. Kartu nikah itu bentuknya seperti kartu pelajar, simple dan mudah,” kata Wakil Ketua Komisi VIII ini kepada FIN di DPR, Senin (12/11).
Karena bentuknya simple maka kartu nikah itu memiliki anggaran yang tidak sebesar kartu elektronik tanda penduduk (e-KTP). Menurut dia, anggaran untuk kartu nikah itu tidak berdasarkan informasi yang macam-macam seperti e-KTP. “Diharapkan dengan adanya kartu nikah tersebut, masyarakat akan lebih mudah menunjukkan status pernikahannya. Kartu itu kan tidak seperti kartu e-KTP yang memang membutuhkan anggaran yang cukup besar, karena kontennya macam-macam,” kata politikus Partai Golkar ini. Dukungan terhadap pembuatan kartu nikah itu tidak diperoleh dari Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (Masduki Baidowi). Masduki meminta kepada Komisi VIII untuk memikirkan dahulu secara matang sebelum menyetujui inovasi yang diberikan Kemenag.
Menurut Masduki jika bukti pernikahan tersebut dibuat seperti ATM dan mudah dibawa ke mana saja, jangan lupa pula dipikirkan kemungkinan kartu hilang atau kadaluarsa. Untuk menerbitkan kartu nikah sebagai buku nikah bukan hal yang mendesak. Sebab, buku nikah bukan layaknya Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang wajib di bawa ke mana-mana. “Saya rasa perlu dijelaskan dulu maksud dan tujuan dari Kemenag atas pergantian buku ke kartu itu apa. Sebab selama ini fungsi buku nikah itu sudah jelas dan aman bila disimpan di tempat yang benar. Dan saya rasa penerbitan buku nikah itu belum mendesak,” kata Masduki Baidowi kepada FIN.(NAL/FIN)
Sumber: