Pendangkalan Alur Hambat Ekspor Komoditas

Pendangkalan Alur Hambat Ekspor Komoditas

BENGKULU, CE - Ekspor sejumlah komoditas unggulan daerah itu terhambat lantaran alur di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu kerap mengalami pendangkalan. Ini sebagaimana diungkapkan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bengkulu, Ardhani Naryasti.
Ardhani mengatakan ada dua produk unggulan Bengkulu yang saat ini permintaannya cukup tinggi dil uar negeri yaitu batu bara dan cangkang kelapa sawit. Namun ekspor terkendala karena kapal besar tak bisa bersandar di Pelabuhan Pulau Baai.
"Permintaan untuk cangkang sawit itu luar biasa banyak sekali, tetapi sayangnya ekspor ini tidak bisa terealisasi karena adanya pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai sehingga kapal tidak bisa merapat," sampainya.

Ia menjelaskan para pengusaha cangkang kelapa sawit di Bengkulu akhirnya memilih melakukan ekspor melalui pelabuhan lain seperti melalui Pelabuhan Bakauheni Lampung dan Pelabuhan Teluk Bayur Padang. Jika ekspor tetap dipaksakan melalui Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, kata dia, maka biaya transportasi bertambah, karena membutuhkan kapal tongkang untuk mengangkat cangkang dari dermaga ke tengah laut untuk kemudian dipindahkan ke kapal yang lebih besar.
"Kapal yang tidak bisa menepi itu akhirnya melakukan ekspor dengan kapal tongkang dulu, kemudian baru diangkut ke tengah untuk dipindahkan ke kapal. Inilah yang kemudian menghambat ekspor," ujarnya.
Terkait hal tersebut, GM PT Pelindo II Cabang Bengkulu, Silo Santoso mengatakan pihaknya sedang merencanakan pengerukan alur pelabuhan pada Agustus mendatang. Silo mengatakan dari panjang alur Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu yang sekitar tiga kilometer, pada spot tertentu mengalami pendangkalan dengan kedalaman lima meter LWS.
Ia mengakui Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu merupakan salah satu pelabuhan yang paling cepat mengalami pendangkalan dibandingkan pelabuhan lainnya di Indonesia. Sebelumnya pada Desember 2019 lalu pihaknya sudah melakukan pengerukan alur di kedalaman 10 meter LWS, dengan mengeluarkan hampir 600 ribu meter kubik pasir, namun saat ini sudah kembali mengalami pendangkalan.
"Karena pelabuhan ini berada persis di laut barat Sumatera, berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, berhadapan langsung dengan laut lepas sehingga mempercepat pendangkalan.
Menurutnya, saat ini pihaknya hanya bisa melakukan pengerukan alur pelabuhan sebanyak satu kali dalam satu tahun karena biaya untuk setiap kali pengerukan sangat besar bisa mencapai Rp50 hingga Rp60 miliar. Silo mengaku pihaknya saat ini sedang mempelajari perilaku perairan pantai di Bengkulu untuk nantinya dijadikan acuan pengambilan kebijakan terkait pendangkalan alur.
"Kita sedang lakukan studi untuk mengamati perilaku gelombang dan ini sudah berlangsung enam bulan, nanti hasilnya akan dijadikan acuan treatment apa yang akan dilakukan," pungkasnya. (CE2)

Sumber: