Cerita Veteran Perang Mengenai Perjuangan di Tanah Rejang (bagian I)

Cerita Veteran Perang Mengenai Perjuangan di Tanah Rejang (bagian I)

Medan Pertempuran Itu Ada di Tabarenah

Setiap bertemu dengan kalangan veteran, sepertinya kita ingin selalu mendengar cerita bagaimana heoriknya masa-masa peperangan melawan penjajah, terutama ditanah Rejang. Inilah salah satu alasan kami mewawancarai salah satu veteran perang di Rejang Lebong menjelang upacara HUT Kemerdekaan RI yang ke-72 tahun 2017 ini.

Nike Oktarina, Curup

Ditemani sebuah tongkat untuk memapahnya berjalan, Ibu (71) salah satu veteran perang asal Rejang Lebong menceritakan bagiamana sulitnya perjuangan untuk memepertahan kedaulatan NKRI. Menurutnya di Rejang Lebong pertempuran hebat itu terjadi di Desa Tabarenah Kecamatan Curup Utara (dahulu Dusun Tabarenah). Kala itu terjadi pertempuran yang tidak sedikit jumlah korban jiwanya, baik dari pihak tentara dan juga masyarakat sipil yang ikut bahu membahu mempertahankan Kemerdekaan RI. Menurutnya, kemerdekaan Indonesia sudah di Proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, pergolakan dan pertempuran sengit masih terjadi. Tentara Jepang masih menjadi ancaman, khususnya masyarakat Curup dan sekitarnya. Saat itu terjadilah pertempuran hebat di Kota Curup dan sekitarnya pada 27 Desember 1945. Pertempuran menghadapi tentara Jepang itu melibatkan tentara keamanan rakyat (TKR) dan rakyat Rejang Lebong. TKR memusatkan kekuatannya di Dusun Tabarenah. Sementara, Jepang mengirim utusan tentaranya dengan membawa ancaman bagi TKR. Namun, justru TKR dan rakyat menjadi bertambah semangat untuk melawan habis-habisan. "Saat itu semuanya ikut belajar militer. Termasuk rakyar dan juga pemuda untuk ikut berperang melawan Jepang," sampai ibu dengan kopiah kuning dikepalanya. Dilanjutkannya, saat itu yang menjadi komandan pertempuran waktu itu adalah Kapten Berlian. Bermula peperangan sendiri menjelang fajar, Jepang menyerang Tabarenah. Kala itu jembatan penghubung di Desa Tabarenah menjadi ajang perebutan kedua belah pihak. Sehingga jembatan Tabarenah sengaja diputus dan dihancurkan agar Jepang tak bisa melewati Tabarenah untuk menuju ke Lebong. Hanya saja karena kala dibidang persenjataan, akhirnya Jepang dapat memasuki Tabarenah. "Waktu itu seingat saya, kita hanya ada 4 senapan berkaki 4 sebagai pertahanan," kenangnya sembari mengusap kepala. Jepang membabi buta dan membakar rumah-rumah rakyat. Tabarenah berkobar, dari 66 rumah yang ada hanya tersisa 6 rumah milik warga. Dan banyak bergelimpangan korban nyawa, baik dari masyarakat sipil, TKR dan tentara Jepang. Pertempuran secara frontal terjadi di Desa Tabarenah, TKR bersama rakyat dengan modal keberanian dan keikhlasan mati-matian membela dan mempertahankan NKRI. "Jepang kembali ke markasnya Dwi Tunggal dengan membawa 9 truk berisi mayat tentara Jepang, kita menang tapi hancur - hancuran," tegasnya dengan semangat. Pihak rakyat dan TKR yang turut berjuang diantaranya, Rakyat Muara Aman, Ujung Tanjung, Talang Leak, Kota Donok, Air Dingin, Bukit Daun, Pal Delapan, Tabarenah, Curup dan BPRI Curup. "Saat ini saya masih ingat di mana-mana saja kuburan massal tempat menguburkan jenazah yang meninggal pada waktu itu. Hanya saja tempat itu sudah tidak berbekas, sebagai kuburan massal," bebernya. Sebagai veteran, Ibnu mengharapkan dengan adanya cerita singkat yang disampaikannya ini, pemuda Rejang Lebong bisa mencontoh semangat perjuangan. Salah satunya dengan berpacu dengan teknologi demi kedaulatan Indonesia. "Harapan saya pemuda kita kendati tidak beperangdengan bertumpah darah, tetaplahjaga kesatuan NKRI saat ini," tandasnya.(CE1)

Sumber: