DKPP Catat 10 Laporan di Bengkulu, Terkait Pelanggaran Kode Etik

DKPP Catat 10 Laporan di Bengkulu, Terkait Pelanggaran Kode Etik

CE ONLINE - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sejak tahun 2012 hingga tahun 2020, ada 10 laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu yang dilaporkan ke DKPP.

Ini sebagaimana diungkapkan oleh Anggota DKPP, Alfitra Salamm saat menggelar Ngetren dengan media pada Senin (16/11) malam di salah satu hotel di Bengkulu.

"Selama penyelenggaraan pemilu serentak di gelar sejak 2012 lalu, DKPP mencatat 10 laporan dari Bengkulu dengan rincian 3 kasus dari Rejang Lebong, 3 kasus dari Kabupaten Kaur, 2 kasus dari Kota Bengkulu dan 2 kasus di Provinsi Bengkulu," sampainya.

Ia mengatakan, dalam perspektif nasional Penyelenggaraan Pilkada serentak di Provinsi Bengkulu masuk dalam peringkat 11 dari 34 Provinsi di Indonesia.

"Secara nasional, saat ini Bengkulu berada di garis tengah, tidak masuk 10 besar," ujarnya.

Lebih jauh ia menyebutkan, hingga saat ini laporan dugaan pelanggaran kode etik di Bengkulu yang masih bergulir adalah dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU Kaur yang dilaporkan Ketua Dewan Pimpinan Aktivis Bengkulu Raflesia (ABR).

Lalu laporan Calon Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamuddin yang melaporkan KPU Provinsi Bengkulu dan KPU RI.
Pihaknya sendiri menargetkan sebelum hari pencoblosan pada 9 Desember 2020, sidang dugaan pelanggaran kode etik itu telah diputuskan.

"Sebelum Pilkada 9 desember, semua laporan yang masuk ke DKPP targetnya selesai," katanya.

Sementara itu, untuk provinsi Bengkulu sendiri ia menyebutkan bahwa netralitas pelaksanaan pemilu paling rawan berada pada penyelenggara pemilu ditingkat adhoc, yakni PPS dan PPK. Dalam laporan yang diterima DKPP menyebutkan adanya PPS dan PPK yang masih berhubungan erat dengan partai.

"Kami tidak ingin petugas ditingkat kecamatan menjadi mesin kemenangan dari kepala daerah," ujarnya.

Alfitra mengatakan, DKPP berfungsi sebagai penjaga kehormatan pemilu. Untuk itu pihaknya berharap penyelenggara pemilu dapat bekerja secara profesional dan menjadikan pelaksanaan pemilu sebagai gaya hidup.

"Kalau menjadikan gaya hidup, Insyaallah tidak ada kecurangan," pungkasnya. (CE2)

IKUTI JUGA AKUN MEDSOS CE DIBAWAH INI:

Sumber: