Dari Polarisasi Menuju Kolaborasi: Peluang di Balik Tantangan Pilkada 2024
Lara Ayu Lestari, M.A.P-ILUSTRASI/NET-
Oleh : Lara Ayu Lestari, M.A.P
Peserta LATSAR CPNS LAN RI Angkatan IV
Dosen Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman
Pendahuluan
Polarisasi Sosial: Fenomena yang Meningkat
Pilkada 2024 di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang cukup signifikan, salah satunya adalah polarisasi sosial yang semakin mengemuka. Fenomena ini terjadi karena adanya berbagai isu yang dapat memecah belah masyarakat, seperti perbedaan identitas, politik, dan aspek ekonomi. Data dari survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa sekitar 60% responden merasa bahwa politik di Indonesia semakin terpolarisasi, mengindikasikan bahwa masyarakat semakin terbagi dalam pandangan dan pendapat mereka.
Polarisasi ini tidak hanya terlihat pada tingkat elit politik, tetapi juga merembet ke masyarakat umum, menciptakan segmen-segmen sosial yang memiliki pandangan yang saling bertentangan. Dalam konteks ini, kita bisa melihat bahwa isu-isu seperti agama, etnis, dan kepentingan lokal sering kali dijadikan alat untuk memperkuat identitas kelompok, sehingga memicu ketegangan yang dapat merugikan kerukunan sosial.
Namun, di tengah tantangan tersebut, terdapat peluang yang cukup besar untuk mendorong kolaborasi dan kerja sama yang lebih baik dalam proses demokrasi. Jika ditangani dengan bijak, polarisasi sosial ini bisa menjadi momen untuk membangun dialog yang konstruktif antar berbagai kelompok masyarakat. Dengan memfokuskan perhatian pada apa yang bisa menyatukan, alih-alih memecah belah, kita memiliki kesempatan untuk meningkatkan partisipasi publik dan membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya persatuan.
Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai fenomena polarisasi sosial menjelang Pilkada 2024, serta mengidentifikasi langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk mengubah tantangan ini menjadi kesempatan yang bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat. Dengan memahami dinamika ini, kita bisa berkontribusi dalam menciptakan iklim demokrasi yang lebih sehat dan inklusif.
Tantangan yang Dihadapi
Dalam konteks Pilkada 2024, masyarakat dihadapkan pada beberapa tantangan serius yang dapat mempengaruhi stabilitas sosial. Pertama, ketegangan antar kelompok semakin meningkat, di mana masyarakat terpecah antara pendukung calon dan partai politik yang berbeda. Hal ini berpotensi menciptakan konflik yang merusak, terutama menjelang pemilu. Penelitian dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menunjukkan bahwa konflik horizontal cenderung meningkat pada saat-saat kritis seperti pemilihan, yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat.
Kedua, penyebaran informasi yang salah, seperti hoaks dan disinformasi, memperburuk situasi ini. Media sosial seringkali menjadi sarana utama dalam menyebarkan informasi yang menyesatkan. Data dari Digital Civility Index mengungkapkan bahwa Indonesia menempati posisi ke-10 dari 30 negara dalam hal penyebaran berita palsu, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini dan dampaknya terhadap opini publik.
Ketiga, krisis kepercayaan terhadap institusi politik dan pemerintah semakin meluas. Polarisasi yang terjadi telah menyebabkan banyak orang meragukan efektivitas pemilu sebagai sarana untuk memilih pemimpin. Survei oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa hanya 37% masyarakat yang masih percaya bahwa pemilu adalah cara yang baik untuk menentukan pemimpin, yang mengindikasikan penurunan kepercayaan yang signifikan terhadap proses demokrasi.
Ketiga tantangan ini yaitu ketegangan antar kelompok, penyebaran informasi yang salah, dan krisis kepercayaan menjadi hambatan besar bagi keberhasilan Pilkada 2024 dan memerlukan perhatian serta solusi yang serius dari semua pihak.
Peluang untuk Kolaborasi
Meskipun tantangan ini besar, ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong kolaborasi. Untuk mengatasi tantangan polarisasi sosial menjelang Pilkada 2024, sejumlah langkah strategis dapat diambil untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif. Pertama, mengadakan forum-dialog di tingkat lokal dapat menjadi cara efektif untuk meredakan ketegangan. Komunitas dan organisasi sipil berperan penting dalam menyelenggarakan diskusi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk pendukung calon dari latar belakang yang berbeda. Penelitian oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) menunjukkan bahwa program dialog antar kelompok berhasil meningkatkan toleransi dan saling pengertian.
Selanjutnya, meningkatkan literasi politik dan pemahaman tentang proses demokrasi menjadi kunci untuk menciptakan pemilih yang lebih kritis dan bijaksana. Program pendidikan pemilih yang melibatkan generasi muda sangat vital, karena penelitian oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa partisipasi pemilih muda yang mendapatkan pendidikan politik sebelumnya meningkat hingga 15%. Dengan demikian, kesadaran politik di kalangan pemuda dapat menjadi fondasi yang kuat untuk demokrasi yang lebih sehat.
Selain itu, calon-calon pemimpin perlu mendorong kampanye yang berfokus pada solusi dan program konstruktif, alih-alih serangan pribadi yang hanya menambah ketegangan. Penelitian dari The Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menunjukkan bahwa kampanye positif mampu menarik lebih banyak pemilih dan menciptakan atmosfer yang mendukung kolaborasi. Masyarakat juga dapat didorong untuk memilih calon yang mengedepankan nilai-nilai persatuan.
Terakhir, media massa memiliki tanggung jawab besar dalam menyebarkan informasi yang akurat dan positif. Dalam konteks ini, media berfungsi sebagai jembatan yang menyalurkan pesan kolaboratif dan menekankan pentingnya persatuan. Laporan dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menunjukkan bahwa media yang menyajikan konten berfokus pada dialog dapat menurunkan ketegangan antar kelompok. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat bersama-sama menciptakan suasana harmonis menjelang Pilkada 2024, di mana setiap suara dihargai dan partisipasi masyarakat meningkat.
Kesimpulan
Polarisasi sosial yang meningkat menjelang Pilkada 2024 merupakan tantangan nyata, namun juga menawarkan peluang untuk memperkuat kolaborasi dan persatuan di antara masyarakat. Dengan mengedepankan dialog terbuka, kita dapat membangun pemahaman yang lebih baik antar kelompok, sementara pendidikan pemilih meningkatkan literasi politik dan partisipasi aktif, terutama di kalangan generasi muda. Kampanye positif yang fokus pada solusi daripada serangan pribadi akan mendorong dukungan untuk calon yang mengedepankan kolaborasi. Media juga berperan penting dalam menyebarkan informasi yang akurat dan membangun narasi yang mengedepankan dialog. Kesadaran dan partisipasi seluruh elemen masyarakat menjadi kunci untuk mengubah tantangan ini menjadi kesempatan, menciptakan demokrasi yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan di Indonesia.
Sumber: