Hujan Panas Tak Peduli, Asal Dapat Pitih

Hujan Panas Tak Peduli, Asal Dapat Pitih

Jihan, Bocah Cilik Penjual Sapu Lidi

Usia sekolah adalah usia dimana mereka mendapat jatah lebih banyak belajar dan bermain. Namun hal ini agaknya tak berlaku bagi Jihan pelajar SDN 3 Kepahiang. Diusianya yang tujuh tahun, ia harus berjibaku dengan hujan dan teriknya matahari untuk menjual sapu lidi. Bagaimana ia membagi waktu antara bersekolah, bermain dan menjadi bagian tulang punggung keluarga? Berikut penelusuran koran Curup Ekspress.


MASITA TRIANA--KEPAHIANG

Meminjam lirik lagu Iwan Fals berjudul Sore Tugu Pancoran; anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu, dipaksa pecahkan karang lemas jarimu terkepal. Agaknya bait ini pas menggambarkan apa yang dialami Jihan, warga jalan Veteran. Akibat kondisi ekonomi yang dialami ia terpaksa harus mengganti waktu bermain dan belajarnya dengan berjualan sapu lidi.

Tiap hari usai pulang sekolah, Jihan sudah bersiap untuk berjualan sapu lidi. Ia biasa menjual sapu lidi buatan neneknya itu, di Pasar Kepahiang. Setiap hari juga Jihan harus berjalan kaki menjajahkan dagangannya. Sekitar 5-8 KM jalan yang ia tempuh tiap harinya. Saat ditemui koran CE, Jihan mengaku tiap hari membawa sebanyak 7 sapu lidi. Dua ikat sapu lidi sudah laku terjual dengan harga Rp 5 ribu per ikat. "Alhamdulillah hari ini sudah laku dua ikat," terangnya kepada koran CE.

Dari hasil penjualannya itu, Jihan mendapat komisi Rp 1.000 tiap satu ikat sapu lidi yang ia jual. Uang itu ia kumpulkan untuk membantu memenuhi kenutuhan keluarga. Terkadang jika ada sisa ia gunakan untuk kebutuhan sekolah dan sedikit uang jajan. "Jadilah untuk bantu nenek. Kadang uangnya untuk beli sayur. Kalau tidak laku sapau dibawa balik lagi buat dijual esok hari," tutur Jihan.

Perjuangan Jihan dalam mengarungi hidup mungkin tak banyak dialami oleh anak seusianya. Namun hal itu terpaksa ia lakukan hanya untuk menaklukkan dunia yang kejam. Bak kata orang bijak; jika kita kejam dengan dunia maka dunia akan lunak dengan kita. Sebaliknya jika kita lunak dengan dunia maka dunia yang akan kejam dengan kita. Hal inilah mungkin yang menginspirasi ia untuk berlaku kejam pada dunianya agar ia bisa menaklukkan dunia. Tak peduli hujan dan teriknya matahari harus ia jalani untuk menggapai impian.

"Saya berangkat dari rumah biasanya jam 3 sore. Kadang dikawani oleh kakak saya. Pernah saya pulang kepanasan, kadang juga kehujanan," kenang Jihan. Salah seorang pelanggan Jihan yang kerap membeli sapu lidi, Nyimas Yulianti (32) mengaku salut dengan perjuangan hidup yang dilalui Jihan. Ia mengaku hampir setiap hari melihat Jihan berjualan sapu lidi di Pasar Kepahiang. "Saya hampir setiap hari mlihat anak itu jualan sapu lidi. Kadang saya lihat ia berdua bawa sapu lidi berkeliling pasar sampai ada yang mau beli," singkat Yuli. (**)

Sumber:

Hujan Panas Tak Peduli, Asal Dapat Pitih

Terkini

Terpopuler

Pilihan