Kisah Yoni Hidup Sebatang Kara Dari Pulau Jawa Merantau Kepahiang Hanya Sebagai Pemulung

Kisah Yoni Hidup Sebatang Kara Dari Pulau Jawa Merantau Kepahiang Hanya Sebagai Pemulung

HIDUP tidak seindah yang diharapkan, niat merantau dari Pulau Jawa ke Sumatera tepatnya di Kabupaten Kepahiang ingin merubah nasib, tapi apa hendak dikata, kehidupan tidak sebaik yang dialaminya saat berada di tanah kelahiran kala itu. 21 tahun berada di Kepahiang Yoni (70) hanya hidup sebatang kara dengan mata pencarian sebagai pemulung. Bagaimana ceritanya ? Berikut kutipan wawancaranya.

IRWANSYAH, KEPAHIANG

TEPATNYA pada tahun 2000 lalu, pertama kali Yoni (70) menginjakkan kakinya di tanah Kabupaten Kepahiang, setelah berniat merubah nasib merantau dari Pulau Jawa tepatnya dari Jawa Tengah.

Saat ini Yoni hidup sebatang kara tidak ada keluarga dan hanya menghuni 1 rumah kontrakan yang wajib dirinya bayar sebesar RP 300 ribu setiap bulannya di Kelurahan Pasar Ujung Kepahiang. Kesehariannya Yoni hidup dari hasil mata pencariannya sebagai pemulung barang barang rongsok, yang diakuinya hasil pencarian sebagai pemulung jauh dari kata cukup. Walau hidup dirantau tidaklah seindah saat dirinya berada di tanah kelahiran, keras hati Yoni tidak pernah terbesit dalam pikirannya untuk kembali pulang ke tanah kelahirannya.
"Biarlah seperti ini dek, yang penting hidup saya tenang, walau sebenarnya secara fisik berat untuk orang seusia saya, jangankan untuk mengumpulkan harta untuk keperluan makan sehari hari saja dari hasil mulung ini tidak cukup," ucap Yoni mengawali pembicaraannya kepada CE di Pasar Ujung.

Yoni yang mengaku tidak memiliki sanak saudara di Kepahiang ini, menyebutkan jika untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebatang kara, selain dari hasil mulung dirinya kerap mendapatkan bantuan sumbangan dan belas kasihan dari orang lain.
"Kalau tidak pintar pintar nyisihkan uang jangankan untuk membayar kontrakan keperluan makan saja tidak cukup untungnya saya sering diberi orang yang kasihan dengan saya," ujarnya.

Dalam setiap minggunya dari setiap barang rongsokan yang dirinya dapatkan dijalan jalan dan kotak sampah, sebut Yoni dirinya mempu mengumpulkan uang sebesar Rp 50 ribu sampai dengan Rp 80 ribu, semua tergantung dari hasil rongsokan yang dapat dirinya kumpulkan setiap hari.

Selain tidak memiliki keluarga sanak famili di Kaabupaten Kepahiang juga mengaku tidak memiliki istri dan anak, dan pada usianya yang sudah menginjak 70 tahun lebih ini dirinya belum pernah menikah.
"Boro boro dek punya anak menikah saja saya belum, mana ada yang mau sama saya yang hidup sebagai pemulung seperti ini," ujarnya.

Yoni juga mengaku jika untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membayar kontrakan rumahnya, selain dari bantuan belas kasihan warga yang iba melihat dirinya, sebelumnya dirinya juga kerap mendapatkan bantuan dari pemerintah, namun disayangi Yoni jika bantuan yang dirasakannya sangat membantu tersebut sudah setahun lebih ini tidak kembali dirinya dapatkannya. Dan kenyataan tersebut sambung yoni memaksa dirinya harus lebih giat lagi untuk mengumpulkan barang rongsokan yang dapaat dirinya jual kembali dan dijadikan uang.
"Kalau harapan saya saat ini, tentu adanya bantuan pemerintah, karena saya sudah tidak terlalu banyak tenaga lagi untuk mulung. Kalaupun harus pulang Jawa saya enggak mau dan saya betah di sini (Kepahiang, red)," tukas Yoni (**)

Ingin Berlangganan Koran? Hubungi Kontak Whatsapp +62 821-7863-9651

IKUTI JUGA AKUN MEDIA SOSIAL CE DIBAWAH INI:

Sumber: