Tanpa Jumbo

Tanpa Jumbo

Sejumlah pusat keramaian khususnya yang kerap disambangi TKW Indonesia di Hong Kong mulai menggeliat. -Twitter/@zirosou--

Orang bisa mendirikan perusahaan di Hong Kong dalam waktu 30 menit. Tanpa harus punya kantor di sana. Budaya wiraswastanya sudah mendarah-mendaging. Juga budaya keuangannya.

Itulah yang dikhawatirkan akan berubah.

Tanda-tanda perubahan itu tidak ada. Sampai tiga tahun lalu. Tiongkok sudah menetapkan konstitusi ''satu negara dua sistem''. Hong Kong dijamin oleh konstitusi untuk punya sistem sendiri –meneruskan sistem lama.

Lalu meledaklah gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. Tiga tahun lalu. Awalnya hanya untuk menentang RUU baru –pelaku kriminalitas boleh diekstradisi. Kian hari demo itu kian berkembang ke arah politik: minta Hong Kong merdeka. Tidak terang-terangan begitu, tapi sinyalnya ke sana.

Tiada hari tanpa demo. Selama hampir dua tahun. Kian besar. Kian brutal. Tiongkok risau.

Maka lahirlah RUU Keamanan Nasional Hong Kong. Agar polisi bisa menindak para demonstran –yang menurut sistem lama tidak boleh ditindak.

Dengan UU itu, tokoh-tokoh pro-demokrasi ditangkap. Banyak di antara mereka mahasiswa. Ada juga pemilik media: Jimmy Lai. Ia bos Apple Daily yang pro-demokrasi. Koran itu sampai tutup.

Kemarin-kemarin soal keresahan masa depan Hong Kong ini belum banyak dibicarakan. Semua masih sibuk dengan Covid-19. Pemberangusan gerakan pro-demokrasi masih bisa diselubungi oleh alasan 'demi mengatasi pandemi'.

Tahun ini, setelah pandemi mulai bisa diatasi, pembicaraan masa depan Hong Kong akan kembali ramai. Faktornya tidak hanya perubahan di sistem keamanan. Secara eksternal zaman juga sudah berubah. Ada faktor Korea dan Singapura. Yang dulu bukan siapa-siapa.

Yang lebih nyata justru faktor Tiongkok sendiri. Yang kini jauh lebih kaya dari Hong Kong. Soal keunggulan bursa saham Hong Kong misalnya, sudah menurun. Sudah tergerogoti oleh kebesaran bursa saham Shanghai. Bahkan oleh bursa di tetangga sebelah dindingnya: Shenzhen.

Soal surga makanan juga mulai dipertanyakan. Tarif di Shanghai dan Beijing kini sudah lebih mahal dari restoran di Hong Kong. Artinya: koki terbaik tidak harus lari ke Hong Kong. Bahkan yang dulu ''merantau'' ke Hong Kong sudah balik lagi ke daratan.

Status surga makanan di Hong Kong memang masih belum hilang. Tapi sudah banyak surga-surga lain di sekitarnya.

Status pusat keuangan Asia juga mulai dipertanyakan. Kalau gelar ini sampai hilang, apalagi yang bisa diunggulkan.

Presiden Xi Jinping akan ke Hong Kong besok. Tapi ia tidak akan bermalam di situ. Begitu selesai pelantikan John Lee –dan peringatan 25 tahun kembalinya Hong Kong ke Ibu Pertiwi – Xi Jinping bergeser. Dari Hong Kong ke provinsi Guangdong, di sebelahnya.

Siapa tahu masa depan segi-lima Hong Kong-Shenzhen-Guangzhou-Zuhai-Macao dibicarakan di sit

Sumber: