Sepenggal Kisah Cinta Ibu Tien dan Soeharto, Anak Petani yang Menikahi Putri Bangsawan

Sepenggal Kisah Cinta Ibu Tien  dan Soeharto, Anak Petani yang Menikahi Putri Bangsawan

Tien Soeharto dan Presiden Soeharto-Screenshot Instagram @jejaksoeharto-

CURUPEKSPRESS.COM - Indonesia telah kehilangan sosok presiden kedua yang telah menunjukan bakti yang luhur terhadap bangsa Indonesia, Soeharto. Ia mengembuskan napas terakhir pada 27 Januari 2008 karena kegagalan multiorgan. Soeharto menginjak usia 26 tahun ketika bibinya, Prawiro, gelisah karena keponakannya belum juga memiliki istri. Pria kelahiran Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 itu pun langsung menjawab bahwa dia masih ingin melanjutkan perjuangan di militer. Kala itu memang karier Soeharto di militer sedang cemerlang.

 

Perjalanan cinta Presiden kedua RI Soeharto dengan Ibu Tien menarik untuk disimak. Perjodohan keduanya antara anak petani dengan putri bangsawan Jawa. Soeharto bukan lahir dari keturunan ningrat atau kerajaan. Ayahnya bernama Kertosudiro yang merupakan seorang petani dan pembantu lurah, sedangkan ibunya bernama Sukirah.

BACA JUGA:

 

Salah satu yang paling dikenang dari Soeharto ialah kisah cintanya dengan sang istri, Siti Hartinah alias Ibu Tien. Rupanya, kisah itu berangkat dari perjodohan keluarga Soeharto. Hingga akhir hayatnya, Soeharto masih menunjukkan rasa cintanya yang begitu besar untuk sang istri.

 

Saat keduanya menikah, Soeharto berusia 26 tahun sedangkan Ibu Tien berusia 24 tahun. Soeharto pertama kali bertemu Tien saat bersekolah di Wonogiri, Jawa Tengah. Kala itu, Tien satu kelas dengan adik sepupu Harto yang bernama Sulardi. Belum ada benih-benih cinta di antara mereka.

BACA JUGA:

 

Kisah cinta mereka berawal kala Soeharto sedang bertugas di Yogyakarta, dia didatangi oleh keluarga Prawirowihardjo yang tak lain merupakan paman sekaligus orangtua angkatnya. Di tengah pembicaraan mereka, Ibu Prawiro pun menanyakan soal rencana pernikahan kepada Harto.

BACA JUGA:

 

Harto yang saat itu berpangkat Letkol tidak begitu serius menanggapi pertanyaan bibi sekaligus ibu angkatnya itu. Namun, Ibu Prawiro terus mendesak dan mengingatkan Harto pentingnya sebuah pernikahan yang tidak boleh terhalangi oleh apapun termasuk perang.

Sumber: