Israel Bombardir Gaza Jika Gencatan Senjata Tahap Kedua Gagal, Ini Kesepakatannya

Israel Bombardir Gaza Jika Gencatan Senjata Tahap Kedua Gagal, Ini Kesepakatannya

Israel Bombardir Gaza Jika Gencatan Senjata Tahap Kedua Gagal--

CURUPEKSPRESS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memberikan pernyataan tegas pada Jumat, 17 Januari 2025 bahwa negaranya siap kembali melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza jika tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan tidak berjalan sesuai rencana. Ancaman ini semakin menegaskan ketegangan yang terus berlanjut meskipun upaya diplomasi sedang dilakukan.

Tahap kedua dari kesepakatan ini dijadwalkan mulai dinegosiasikan pada Minggu, 19 Januari 2025 dan akan berlangsung selama 42 hari. Dalam kesepakatan ini, Israel akan menarik pasukannya dari beberapa area permukiman strategis di Gaza.

BACA JUGA: Gencatan Senjata Dijadwalkan Minggu Ini, Serangan Udara Israel Masih Terus Menggempur Gaza

BACA JUGA:Apakah Gencatan Senjata Batal? Ini Teks Lengkap Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hamas di Gaza

 

Sebagai gantinya, Hamas diwajibkan membebaskan 33 sandera Israel. Sebagai balasan, Israel akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina yang telah mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Netanyahu menegaskan bahwa kesepakatan ini menjadi ujian besar bagi Hamas. Jika mereka gagal memenuhi komitmen atau melanggar salah satu poin kesepakatan, Israel tidak akan ragu untuk melanjutkan operasi militernya.

 

“Kami sudah mendapat dukungan kuat dari Presiden Biden dan Trump. Jika Hamas melanggar kesepakatan, kami akan melanjutkan operasi militer dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat,” ujar Netanyahu dalam rapat kabinet keamanan, dikutip dari harian Yedioth Ahronoth.

BACA JUGA:Gencatan Senjata Israel-Hamas Terancam Gagal, Gaza Kembali Dibombardir!

BACA JUGA:Israel Bombardir Gaza Pasca Gencatan Senjata, 82 Korban Berjatuhan

 

Ancaman ini bukan hanya ditujukan untuk Hamas, tetapi juga menjadi cara Netanyahu meredam kritik di dalam pemerintahan. Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Israel, secara terang-terangan mengancam akan menarik dukungan dari pemerintahan Netanyahu jika Israel tidak kembali melanjutkan operasi militer setelah fase pertama kesepakatan.

Tekanan serupa juga datang dari Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional yang dikenal berasal dari sayap kanan ekstrem. Ia bahkan menyatakan pada Kamis (16/1/2025) bahwa partainya, yang memiliki enam kursi di parlemen, akan keluar dari koalisi jika kabinet Netanyahu tetap melanjutkan kesepakatan tersebut.

Situasi ini menempatkan Netanyahu dalam posisi sulit, di mana ia harus menjaga keseimbangan antara tuntutan kelompok garis keras di dalam negerinya dan tekanan internasional untuk menyelesaikan konflik secara damai.

Sumber: