Puting Jantan

Puting Jantan

dr Indro Cahyano di acara sosialisasi PMK di Lamongan bersama Dahlan Iskan--

SETELAH dua tahun akrab, baru kemarin dulu saya bertemu orangnya: drh Indro Cahyono. Ia muncul di rumah saya. Habis Magrib. Bersama istrinya. Saya juga baru tiba dari Samarinda. Istri ditinggal di sana.

Polda Jatim mengundang ahli virus itu ke Lamongan. Yang bersama Harian Disway mengadakan acara ini: Lokakarya dan Simulasi Penyembuhan Sapi. Yakni sapi yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK).

Ia datang ke Surabaya naik kereta. Mengundang drh Indro ternyata tidak harus menyediakan tiket pesawat. Hanya ada syarat khusus: harus juga mengundang istrinya.

Meski sudah punya anak tiga orang, pasangan ini masih seperti pacaran. Mereka satu angkatan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Satu kelas. Indro orang Semarang, sang istri priyantun Ngayogyokarto.

Pagi-pagi kemarin kami ke Lamongan. Acara itu dilakukan di pendapa kabupaten. Bupati Dr Yuhronul Efendi MBA hadir. Kepalanya gundul –pertanda baru pulang dari naik haji. Saya menjadi moderatornya.

Anda sudah tahu apa yang dipaparkan drh Indro di situ. Sudah hafal. Sudah lima kali saya menuliskannya di Disway. Tapi peserta masih sangat antusias. Pak bupati ikut dialog sampai selesai. Lamongan adalah kabupaten pertama yang mengakui secara terbuka: bahwa virus PMK sudah masuk Indonesia.

Dari acara tersebut terlihat ternyata masih begitu banyak yang salah praktik. Banyak peternak yang menyembuhkan PMK dengan berbagai macam antiseptik. Yang sama sekali salah. Pengalaman selama Covid rupanya membentuk pola berpikir antiseptik segala-galanya. Padahal yang diperlukan untuk PMK ini cairan ber-pH rendah.

Hebatnya, bahkan ada yang menangani PMK pakai formalin. "Mungkin saja virusnya bisa mati. Tapi bakteri tetap menyerang," ujar Indro berkomentar.

Seorang ketua koperasi mengaku: dari 200 sapi milik anggotanya hanya 8 yang mati. Itu bagus. Tapi ternyata yang 58 lagi harus dipotong dini. "Kukunya sudah lepas. Tidak bisa berdiri. Tidak mungkin bisa lebih gemuk lagi. Dipotong saja," ujarnya.

Itu, kata Indro, akibat salah penanganan. Luka kaki akibat virus diperburuk oleh bakteri. Akhirnya membusuk. Kukunya lepas. Padahal virusnya sudah negatif. Letak kaki sapi yang di bawah membuat mudah dihinggapi segala macam bakteri yang ada di kandang. Buktinya luka yang di mulut tidak membuat mulut busuk dan gigi lepas.

Indro menyayangkan terjadinya panik-jual sapi. Itu sangat merugikan peternak. "Sapi seharga Rp 25 juta dijual di bawah Rp 5 juta," ujarnya. 

Sekretaris Dinas Peternakan Jatim Aftabuddin juga mengungkapkan itu. Anak Medan lulusan Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala Aceh itu jadi orang Jatim sejak muda. Sejak menjadi atlet olahraga anggar Jatim ketika provinsi itu jadi tuan rumah PON.

Yang paling disayangkan, penjualan itu biasanya dilakukan pada hari ke-6 setelah sapinya terkena PMK. Yakni ketika sapi itu sudah tidak bisa berdiri dan tidak bisa makan.

"Padahal tunggu dua hari lagi sapinya sembuh," ujar Indro. Tentu kalau sapi itu tetap diberi makan.

Itulah sebabnya Indro menciptakan bubur sapi. Juga menciptakan salep untuk kaki. Agar sapi tetap dapat asupan vitamin dan gizi. Juga agar luka di kaki bisa sembuh –kuku pun tidak copot. Salep itu juga bisa untuk mulut. Tanpa membahayakan sapinya.

Ada keluhan: cara memaksa sapi tetap makan itu ternyata membuat sapinya kembung. Lalu mati. Indro langsung menjawab: itu karena makanannya tidak dilembutkan. Sistem pencernaan sapi tidak sama dengan manusia. Perut manusia bisa mencerna makanan apa saja. Asam di lambung perut manusia cukup kuat untuk mencerna yang aneh-aneh. Bahkan bisa ''mencerna'' aspal dan Jiwasraya.

Asam di lambung perut sapi tidak cukup kuat. Itulah sebabnya sapi disebut binatang memamah biak. Makanan kasar yang masuk perut selalu harus dikembalikan lagi ke mulut. Dikunyah-kunyah lagi. Agar tidak kembung.

"Kembung bisa membunuh sapi lebih cepat dari virus PMK," ujar Indro. "Satu hari kembung sapi bisa mati," tambahnya. Kalau sudah kembung seperti itu tidak ada jalan lain. Perut sapi harus ditusuk secara benar. Agar anginnya keluar.

Indro menegaskan lagi: virus PMK tidak membunuh sapi dewasa. Yang mati karena virus umumnya sapi yang berumur kurang 1 bulan. Itu karena belum mampu menumbuhkan sistem kekebalan. Sapi dewasa yang terkena PMK umumnya mati karena tidak bisa makan, kembung dan dipotong lehernya –tidak perlu didor lima kali.

Ada juga keluhan unik: setelah seminggu diberi makan bubur dan sembuh, sapinya tidak mau lagi makan rumput. Indro menyarankan: pada hari kelima buburnya harus mulai dicampuri rumput. Yakni rumput yang sudah dicacah lembut. Hari keenam campuran rumputnya ditambah.

"Manusia pun begitu," katanya. "Dulunya makan tempe. Lalu mampu makan daging rendang tiap hari. Setelah itu tidak mau lagi makan tempe," guraunya.

Selesai acara dialog, peserta diajak ke halaman pendapa. Di situ seekor sapi besar disiapkan. Indro menyimulasikan cara memberikan salep di kaki dan mulut sapi. Juga dipraktikkan cara mencuci kuku sapi. Yakni dengan cairan yang pH-nya rendah: pH 5. Tidak hanya virus, bakteri pun mati. Itu harus dilakukan sehari tiga kali.

Virus PMK itu tidak menyerang paru-paru sapi. Yang diserang adalah jantung. Tapi jantung tidak perlu dibersihkan. Maka hanya tiga bagian yang perlu dibersihkan dan disalep: kaki, mulut, dan puting susunya.

Peserta pun minta agar Indro memeragakan pencucian puting susu sapi itu. Ia menuju lokasi yang biasanya ada susu di situ. Indro pun tertawa ngakak. "Sapi ini jantan. Mana ada putingnya," katanya. (Dahlan Iskan)

--

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul 10.58 

thamrindahlan

Drama sudah sampai 16 babak. Akan kah mencapai angka 40. Kesempurnaan segala sesuatu di muka bumi ini pada titik ajaib 40.. Ya sabar adalah sikap terbaik. Sabar menunggu penuntasan perkara mudah dibuat sulit. Taruhan wibawa intitusi Polri membersihkan diri dari tabiat hedoisme oknum anggota . Yes 40 hari pembuktian otopsi dan kesaksian para tersangka serta barang bukti di pengadilan dunia. Era Jahilliah "kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah" seharusnya sudah lewat dengan adanya transparansi dan akuntansi. Kini masuk era " kalau bisa dipermudah kenapa dipersulir" sesuai kaidah Scientific Crime identification.yang selalu di dengung dengungkan penyidik. Salamsalaman

Udin Salemo

Bagi saya tulisan berseri tentang kematian Brigadir J ini lebih berguna daripada tulisan berseri penipuan 2 T. Tulisan Abah Dis memberikan perspektif yang berbeda. Pengalaman seorang jurnalis senior memang bukan kaleng-kaleng. Yang kaleng-kaleng itu yang selalu memberikan penilaian negatif atas tulisan Abah Dis. Padahal sipengeritik gak punya kemampuan untuk membuat tulisan tandingan. Sehat selalu untuk anda semuanya.

Muin TV

Masalah di kasus ini cuma 1. Yang terbunuh polisi. Yang membunuh polisi. Lokasi pembunuhan di rumah polisi, Yang menangkap polisi, yang memeriksa polisi. Susah jadinya. Berbeda misalnya : yang dibunuh rakyat biasa. Yang membunuh rakyat biasa. Lokasinya, di rumah rakyat biasa. Maka, dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam, polisi sudah bisa menangkap pelaku dan mengungkapkan motif dibalik pembunuhan itu. Itulah wajah hukum yang berlaku di Indonesia saat ini. Bukan berdasarkan "KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDNESIA." Tapi, berdasarkan "KEPENTINGAN SIAPA YANG HARUS DILAYANI." Jadi kesimpullannya, Semua orang sama di mata hukum. Tapi, tidak sama di mata penegak hukum.

Muin TV

Di sebuah vidio, salah satu crazy rich Surabaya. Tung Desem Waringin mengatakan : "banyak orang kebanyakan GAYA. Padahal, GAYA itu berbanding lurus dengan TEKANAN. Itu hukum FISIKA, hukum alam ciptaan Tuhan. Kalau hidup anda kebanyakan TEKANAN, berarti hidup anda kebanyakan GAYA. Kalau masa tua anda kebanyakan TEKANAN, berarti masa muda anda kebanyakan GAYA."Bisakah GAYA tanpa TEKANAN? Bisa. Caranya: pasif income anda segede Gajah, GAYA anda segede Kerbau. Maka anda cerdas secara keuangan." Jadi pertanyaannya: GAYA apa yang sudah dilakukan Brigadir J, sehingga menimbulkan begitu besar TEKANANnya? Itu aja sih menurut saya. Kalau itu bisa diungkap dengan jujur dan terbuka, 1 minggu selesai kasus ini. Toh, udah ada yang dinonaktifkan, apalagi?

Lukman bin Saleh

Tp bisa jd "sandar d pundak" itu jadi pemicu ancaman sejak bulan Juni. Atau yg bersandar lain lagi. Bukan Ny. Sambo tp "Ny. Muda." Yg mengakibatkan terbakarnya api cemburu. Tp entahlah. Kita tunggu hasil penyidikan. Tp sulit membayangkan kasus ini tdk berkaitan dg asmara. Krn hanya cinta yg bisa sangat mudah membuat org berbuat gila...

Mirza Mirwan

Tentang peringatan Mabes Polri agar Kuasa Hukum Brigadir J fokus pada pokok perkara dan tidak membuat statemen yang melebar ke mana-mana, menurut saya, rasanya kok berlebihan. Sepertinya polisi di mabes hanya terpaku pada pasal 16 UU Advokat yang berbunyi: "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk KEPENTINGAN PEMBELAAN KLIEN DALAM SIDANG PENGADILAN" (hurup kapital dari saya).

Artinya, menurut polisi yang memberi peringatan itu, silahkan ngomong apa saja nanti dalam sidang di pengadilan. Mungkin sang polisi lupa, atau belum tahu, bahwa bahwa lewat "judicial review" pasal 16 UU Advokat itu, MK telah memperluas hak imunitas advokat, bukan hanya dalam sidang pengadilan tetapi juga di luar sidang, melalui Keputusan MK Nomor 26/PUU-XI/2013. Dan lagi, apapun yang dikatakan Kuasa Hukum Keluarga Brigjen J, semuanya berdasarkan bukti awal yang dipegangnya. Soal nanti terbukti atau tidaknya, biar pengadilan yang memutuskan. Tentang otopsi ulang Rabu lusa, di RS Sungai Bahar, saya yakin lebih obyektif. Ada 7 orang dokter forensik dari luar Polri yang akan ikut terlibat.

yoming AFuadi

Baru saja terperhatikan, diantara sekian banyak iklan yang menjejali artikel/ tulisan di DIsWay ini, ternyata ada perbedaan antara artikel/ berita umum dengan artikelnya Abah. Kalau artikel umum setiap alinea, maksimal 4 baris, diselipi iklan dan satu judul berita dipecah2 jadi beberapa halaman. Sedang artikelnya Abah agak lega selipan iklannya, minimal setiap 3 alinea baru ada selingan iklannya, dan dikemas jadi satu halaman saja, jadi tidak terlalu merepotkan harus meng-klik iklannya untuk membaca tulisan berikutnya.

Gianto Kwee

Di dunia pendidikan Nilai 55 bisa di "Katrol" Jadi 60 agar bisa Naik kelas or Lulus, agar tidak jadi "Juara Bertahan" Di kehidupan nyata harus dapat Minimal 99.9 agar bisa lulus ! Bung Pry nilai akhir 45 sangat jauuuuh dari bagus dan keputusannya "Drop-out" !

Pryadi Satriana

Nilai 'tulisan': 50. Alasan: Fokus tulisan tidak jelas. Banyaknya detil yg tidak perlu semakin mengaburkan maksud tulisan. Malah mengesankan sekadar cari sensasi. Nilai 'isi': 40. Alasan: Tidak konsisten. Sebelumnya 'terpana' dengan "Single Image", sekarang 'menggugurkan' pandangan semula. Juga tidak objektif, hanya "melihat" dari sisi kuasa hukum korban. Banyak 'noise' dalam tulisan. Terlalu banyak spekulasi. Seharusnya 'covering both sides' supaya berimbang dan disertai analisis. Tidak 'garing'. Nilai akhir: 45 (E). TIDAK LULUS. Silakan berusaha memperbaiki dalam tulisan-tulisan berikutnya dengan memperhatikan catatan-catatan di atas. Terima kasih. Salam.

Juve Zhang

Mantan Ka Bareskrim pak Susno menohok sekali dalam wawancara dengan media, ini otopsi kualitas rendah,beliau malah minta dokter forensik di non aktifkan. Jadi otopsi ulang yg turun gunung para Pakar Forensik kelas Berat semua. Para dedengkot forensik akan turun tangan dari berbagai RS .sangat bagus, supaya lebih ber kualitas hasil otopsinya.

Jimmy Marta

Semalam habis arisan keluarga ditempat sepupu. Pas mau pulang ada ponakan yg ngasih duren. Kebenaran apa bukan dikasih tiga. Sedikit senyum sy bilang, "ini kayaknya sengaja dikasih tiga". Ponakan juga senyum, tp kyk nya gk mafhum...hehe. Maklum bukan jamaah diswayah... Ditarok dibagasi, perjalanan pulang 10 km-an semerbaknya minta ampun. Bbrp titik dipinggir jalan jga banyak onggokan duren. Bersyukur empat orang dimobil semua penggemar. Ini duren kampung, bukan musang king. Tetap gurih dan lezat. Bahkan digemari musang dan tupai. Dimakan saat diluar hujan..nikmat! Peringatan! Boleh makan banyak, jangan berlebihan. Apa ukurannya? Mudah, belilah sepuluh duren, makan bersama tiga puluh orang. Dijamin pasti bebas masalah. Yg aneh itu duren tiga aja kok bisa jd masalah..! Itu mungkin karena yg makan satu orang. Tercium banyak orang.

Surja Wahjudianto

Lingkari jawaban yang benar. "Walaah, kok Abah nulis tentang Brigadir Joshua lagi siiih," banyak yang protes. Kalau saya setuju dan mendukung. Biar gaungnya lebih terasa. Ini kasus besar. Yang melibatkan orang-orang besar. Potensi untuk membolak-balik fakta juga besar. Kalau Abah, yang punya pengaruh besar, tidak ikut "mengawal" kasus ini, maka Abah ... a. Dosa besar b. Menyesal besar c. Malu besar d Mandi besar

rihlatul ulfa

drama dalam laporan pelecehan seksual tadinya mungkin di giring untuk bisa mengintimidasi kematian brigadir J,dengan dahlil agar masyarakat mengencam nya,memakluminya.setelah itu kematian menjadi wajar. sayangnya mereka membuka keanehan itu sendiri ke depan publik,cctv tiba2 rusak 2 minggu yang lalu,banyaknya luka2 di tubuh korban,seberapa besar masalah yang di ketahui brigadir J? sehingga menyebabkan penganiayaan parah itu terjadi. juga kenapa kita harus menanggung,memberesi kesalahan orang yang tidak punya hati nurani hanya karena satu institusi. jika penembakan betul ber tkp di duren 3 total mereka tembak2-an 12 kali,bukan kah agak aneh para tetangga di sana tidak ada yang mendengarnya sama sekali? tidak ada ambulance datang. terlalu banyak celah untuk bisa di tutupi dengan kebenaran yang nyata.

adi ya adi

Di saat banyak tulisan abah dis yg mengiginkan media mainstream utk kembali lg dbg media terpercaya d tengah banyak berita HoAX medsos dan latahnya media mainstream..... IRONIS nya media DISWAY jg memuat berita yg mengarahkan utk clickbait pembaca... Contoh di muatnya berita dg judul "inilah pengakuan Vera Simanjuntak pacar brig J..... , Bukti baru terungkap. Posting 25 juli 2022 jam 05.54. sampai akhir tdk ada isi yg mengarah sesuai judul....

Alex Ping

SEANDAINYA... Sang Bos adalah Bos mafia besar. 1. Bisa jadi kasusnya tidak pernah terungkap, hal yang penting disini adalah bagaimana bisa membuat keluarga "menerima" apa yang terjadi. (mungkin musibah kapal tenggelam dst) atau seluruh keluarganya dibungkam. 2. Seandainya terungkap sampai ke pihak yang berwajib karena laporan keluarga dan bukti2 yang ada, maka masih akan ada upaya untuk mencari "pahlawan untuk pasang badan" - maksudnya kambing hitam tapi yang ikhlas, meskipun ikhlasnya karena ada imbalan. 3. Seandainya bukti-bukti tadi ternyata mengarah ke sang Bos besar, maka akan diusahakan diulur waktu selama mungkin. 4. Seandainya injury time tadi sudah habis, maka masih ada extra time barulah setelah lewat 2x extra time dilanjutkan adu penalti. Hati hati! Sering kali dalam extratime banyak blunder dan gol bunuh diri. ( contoh: kambing hitamnya bunuh diri setelah tiba-tiba membuat video pengakuan, atau mayat korban hilang). Ingat ini menggunakan sistem sudden death, begitu kecolongan habislah sudah. 5. Penalty Time!!! It's always fifty-fifty. (Bisa Sang Bos kabur dan menghilang, atau Terungkap semuanya). Nb: Konon katanya kalo didunia bola, semuanya bisa diatur oleh sang Bandar.

Macca Madinah

Coba insan film/tv/dst di Indonesia berani bikin serial seperti Law & Order, Boston Legal, dst, pasti akan jauh lebih menarik daripada sinetron berjilad-jilid gak jelas yang masih semarak sampai saat ini. Sumber ide buanyaaakkk banget, kasus aneh berlimpuahhhhh. Tapi memang kuatirnya, kalau mengikuti standar barang bukti seperti serial CSI, jangan-jangan semua bukti yang terkumpul dianggap "tercemar", belum lagi kalau melihat di sini pengadilan diputuskan oleh hakim bukan juri, hmmmm. Setelah dipikir-pikir lagi, pantes saja produser bertahan pada tema sinetron berjilid-jilid itu wkwkkwkw.

Johan

Sesuai keterangan Divisi Humas Polri, demi kasus ini mereka dan para petinggi institusi Polri rapat setiap hari sampai dini hari. Intinya mereka bekerja keras. Hargai dong kerja keras mereka.

azid lim

Begitu kuatnya sosok Ferguso Singh ini dalam kasus Brigadir J salah satu cara untuk mengawalnya adalah para pengacara Batak harus bersatu padu karena mereka akan memainkan skenario lewat science crime investigation padahal banyak bukti sudah dihilangkan jejaknya , sungguh memalukan . Dan harapan kedua Pak DI harus mengawalnya lewat harian Disway ini demi keadilan yg seadil adilnya dan yang ketiga ingat masih ada Tuhan di atas segala galanya.

Johan

Baca berita, hp para saksi yakni hp pacar dan keluarga alm. Brigadir J disita untuk diperiksa. Jadi teringat hp Firza yang disita untuk pemeriksaan polisi, tidak lama kemudian ada beredar foto-foto dan screenshot yang seharusnya adalah privasi pemilik hp. Kasus ini mudah dipecahkan, tapi prosesnya yang tidak mudah. Ibarat buka celana sendiri ke umum untuk menunjukkan bisul yang tumbuh di kemaluan. Bisulnya kelihatan umum berikut penampakan anunya.

Fauzan Samsuri

Kalau di tempatku ada makam yang dijaga 40 hari 40 malam bahkan dibacakan kitab suci, yang seperti ini sama permintaan keluarga, kaitannya bukan dengan hukum di dunia semata tapi hukum akhirat jug

LiangYangAn 梁楊安

"Mene, mene tekel ufarsin" Bahasa Ibrani: מנא ,מנא, תקל, ופרסין  (Mene, Mene, Tekel u-Pharsin) merupakan bahasa Aram untuk satuan uang:  Mene, satu mina ; Tekel, satu syikal ; Peres, setengah mina. "Tulisan di dinding" merupakan sebuah frasa idiomatik yang melambangkan nasib buruk yang pasti akan segera datang. Frasa ini berasal dari catatan Alkitab di Kitab Daniel pasal 5:1-31 ketika sebuah tangan terlihat menuliskan di dinding tentang keruntuhan Kekaisaran Babilonia Agung yang digenapi malam itu juga. Selengkapnya mengenai Kisah Raja Belsyazar (anak Nebukadnezar) di Kitab Daniel 5:1-30. Pada malam ketika Raja Belsyazar dibunuh, Darius orang Media menerima pemerintahan (menjadi Raja). Kitab Daniel 5:31.

Gianto Kwee

Mene Mene Tekel Upharsin, Tulisan didinding istana raja Belshazzar, Daniel 5:30-31 Konon arti 4 kata sebagai berikut : "Dihitung, Dinomori, Ditimbang dan Dibagi" ada beberapa tafsiran dari tulisan tersebut, salah satunya : "Ditimbang-timbang masih terasa ringan" pesan dari tafsiran tersebut : Satu satunya yang punya wewenang untuk "Menimbang dan menyatakan berat atau ringan" hanya Tuhan ! Jadi yang terlibat di kasus ini, Pengacara dan Kepolisian harus mencari "APA" yang benar dan bukan "Siapa" yang benar, Salam

doni wj

Sampai kalimat ke empat, saya sepakat (asumsi kalimat dibatasi titik). Tapi di kalimat ke lima, "Penembaknya jelas". Saya belum bisa sepakat. Karena perkembangan kasusnya tidak seperti keterangan resminya. Kalau disebut Bharade E adalah penembaknya. Apakah Bharade E sudah ditahan? Atau minimal sudah dimintai keterangan? Sudah dibikin BAP nya? Lalu di mana keberadaannya? Yang menembak Bharada E. Yang dinonaktifkan Irjen FS, Brigjen HK, dan Kombes BHS.

Ada ketidaknyambungan logika sebab-akibat di sini. Belum lagi kalau sudah masuk tahap analisa. Bukan sekedar fakta. Bagaimana pistol Glock 17 bisa berada di tangan Bharada E? Kalau itu yang dibawa dinas sehari-hari, sudah terjadi pelanggaran. Menurut keterangan Disway.id, Glock 17 itu digunakan untuk level AKBP. Kalau yang dimaksudkan: logikanya, tempat jelas, pelaku-korban meninggal jelas, korban pelecehan jelas, pelaku tembak menembak jelas, motif jelas, alat bukti jelas, maka kasus harusnya selesai. Fakta akibatnya, orang-orang yang dinonaktifkan atau ditahan tidak mencerminkan itu, Bah

Jimmy Marta

Penuh curiga penuh prasangka, itulah yg ada ditengah masyarakat menyikapi keterangan pihak polisi. Itu juga karena ada info yg disampaikan pihak keluarga yosua dan pengacaranya. Bagi penyidik atau penyelidik curiga itu adalah 'jiwa' nya. Malah terus diasah. Sering jadi pijakan awal untuk menyelidik. Banyak pelaku kasus pidana bisa diungkap polisi diawali rasa curiga. Tentu ada ilmunya pd polisi untuk memproses rasa curiga itu. Lantas jika ada pihak yg mencurigai proses polisi pd kasus duren tiga itu, tentu juga ada dasarnya. Ada data fakta yg berkembang. Pun masyarakat punya opini itu juga karena ada berita dan logika nya. Bgmn mengatasi saling mencurigai itu..? Ungkap kebenaran. Hanya itu.

Johannes Kitono

Sepak bola adalah permainan yang banyak penggemarnya didunia terlebih lebih di Indonesia. Misalnya, kalau Persebaya main di Jakarta boneknya konvoi naik bus atau KA berbondong bondong menuju ibukota. Memang peraturan sepakbola sangat sederhana. Untuk menang, cukup masukkan saja bola ke gawang lawan. Boleh dari seluruh badan dari kaki sampai kepala kecuali dengan tangan.

Nah, ketika menonton pertandingan baik langsung dilapangan maupun via TV. Penonton suka gemes, penasaran dan terkadang marah marah. Kok begitu saja tidak bisa goal, terlebih lebih tendangan saat penalti. Umumnya penonton apalagi yang waktu kecil atau mudanya pernah bermain sepakbola "merasa bisa" dan gampang mainnya. Pada hal kalau disuruh ikut main dan turun kelapangan mungkin bisa mati berdiri. Dengan adanya kasus " Polisi tembak mati polisi dirumah jendral polisi" yang belum terungkap, mass media dan medsospun jadi ramai. Penuh dengan berita, baik single atau multi image yang mencoba menggiring opini ke pembaca. Seperti penonton sepakbola, semuanya merasa bisa main, pendapat, strategi dan investigasi merekalah yang paling mendekati kebenaran. Seyogyanya, biarkanlah polisi melakukan Scientific Crime Incestigation. Jangan di campur adukkan dengan Jelangkung atau News Crime Investigation yang tentu akan semakin membingungkan.

Mirza Mirwan

Yang sampai sekarang membuat saya tak kunjung paham adalah jumlah ajudan perwira tinggi Polri. Irjen Ferdi Sambo, misalnya, semasih aktif sebagai Kadiv Propam terlihat berfoto bersama 8 ajudan. Konon malah jumlah seluruhnya 13 orang. Itu baru jenderal bintang dua. Kalau, misalnya, yang bintang tiga mungkin lebih banyak lagi. Apalagi yang bintang empat, Kapolri.

Lah, kalau demikian halnya, berapa ratus polisi -- di Mabes Polri saja -- yang tugasnya hanya menjadi ajudan? Yang tidak masuk nalar saya juga ini: lebih tinggi mana sih hirarki antara ajudan yang mengawal jenderal dan ajudan yang ditugaskan menjadi isteri jenderal? Menurut logika awam saya, tentu saja lebih tinggi ajudan yang mengawal jenderal. Lah, mengapa dalam kasus Irjen Ferdi Sambo kok seorang bharada (tamtama dengan tanda pangkat satu balok merah) menjadi pengawal sang jenderal, sementara seorang brigadir (bintara dengan tanda pangkat tiga mata panah berwarna perak) hanya menjadi sopir isteri jenderal? Bukankah itu terbalik? Ataukah para ajudan itu mau ditugaskan sebagai apa, suka-suka sang jendera? Menurut logika awam saya, harusnya ada aturan baku dan tertulis. Sayangnya, seorang AKP (kawan SMA si Sulung) yang saya tanya bilang tidak tahu. "Saya juga tidak paham, Pak," jawabnya.

Sumber: