BACA JUGA:3 Kriteria Kelulusan Siswa SMA Sederajat, Cek Disini..
“Untuk pendapat yang pertama ulama mengharamkan kegiatan tersebut karena menukar dengan sesama jenis. Dan ini termasuk dalam bab riba. Kecuali menukarnya dengan mata uang yang berbeda misal rupiah dengan dolar, itu baru dibolehkan,” jelasnya.
Kemudian pendapat yang kedua, lanjut dia, membolehkan kegiatan tersebut bukan dari bab tukar menukar uang sejenis, melainkan melihat dari sisi ijarah (sewa menyewa).
BACA JUGA:Cuti Lebaran, ASN di Warning Jangan Nambah Libur
BACA JUGA:Pastikan Lalin Saat Mudik Lancar dan Aman, 70 Personil Amankan Arus Mudik Lebaran
Sewa menyewa ini ada dua, dalam hal sewa menyewa barang dan jasa.
“Nah yang membolehkan ini masuknya di bab jasa. Misalnya menukarkan uang Rp 1 juta pecahan 100 ribu, lalu diterimanya Rp 970 ribu, jasanya Rp 30 ribu. Uang jasa itu untuk di penyedia sebagai upah lelah dan upah karena mempermudah orang dalam menukar uang. Kita yang menukar niatnya memberikan upah jasa,” terangnya.
BACA JUGA:BSI Berangkatkan 619 Peserta Mudik Bareng BUMN, Ada Bus Khusus Disabilitas
Sebagai Ketua MUI Kabupaten Rejang Lebong, dirinya cenderung kepada pendapat yang kedua.
Menurut dia, jika ingin menukar uang melalui jasa penukaran uang lebaran silahkan saja dengan niat upah yang diberikan untuk membayar jasa si penyedia.
“Dalam hal ini saya lebih condong ke pendapat yang kedua,” ujarnya.
Sambung Abu Dzar, apalagi kemaslahatan dalam tukar-menukar uang ini banyak.
Diantaranya memasukan kebahagiaan ke hati orang lain, niat memberikan hadiah kepada orang lain dan bersedekah. Tentu semua itu bernilai pahala disisi-Nya.
Ketika ditanya namun kebanyakan yang terjadi saat ini ialah penyedia jasa tersebut telah mematok atau menetapkan sendiri upahnya, itu bagaimana?
Dirinya menjawab, sebenarnya urusan jasa ini bisa dilakukan negosiasi antar kedua belah pihak dan ada yang sudah ditetapkan sendiri.
Contoh yang sudah ditetapkan seperti jasa tambal ban dan jasa cuci mobil.