BACA JUGA:Cek!! Ini Daftar Puluhan PPPK Batal Lulus Karena Kualifikasi Pendidikan Tidak Sesuai
BACA JUGA:Beasiswa Pemerintah Rusia untuk Studi S2: Pintu Gerbang Menuju Pendidikan Internasional Unggulan
Selain itu, salah satu seorang penulis yang tinggal di Depok, Jawa Barat, Fitri juga mengalami hal serupa. Anaknya gagal diterima di sekolah negeri karena sistem zonasi. Tak mau ambil pusing, karyawan di Jakarta Selatan ini memilih menyekolahkan putra pertamanya di salah satu SMA swasta unggulan di Jakarta Selatan.
Akan tetapi, sepekan setelah pengumuman PPDB 2024, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan membatalkan penerimaan 31 calon peserta didik karena terbukti melanggar aturan domisili.
Awalnya, 31 calon siswa itu diterima di sejumlah SMA negeri di Jawa Barat. Namun dalam proses verifikasi setelah pengumuman penerima, mereka diketahui terbukti memanipulasi domisili.
BACA JUGA:Pelajar Curup Dikeroyok Kakak Kelas, Ini Kata Dewan Pendidikan
BACA JUGA: Reksadana Soluasi Tepat untuk Investasi Pendidikan Anak
Mengapa pelanggaran itu baru diketahui setelah pengumuman penerimaan siswa baru? Bukankah verifikasi bisa dilakukan saat proses seleksi sebelum pengumuman penerimaan sehingga tidak merampas hak calon siswa yang mestinya diterima?
Dalam penerimaan peserta didik baru yang mulai digulirkan sejak tahun 2017 atau 7 tahun yang lalu. Para pengambil kebijakan ketika itu menerapkan sistem zonasi dengan harapan agar proses penerimaan calon siswa baru bisa lebih transparan dan terjadi pemerataan sesuai domisili siswa.
Dalam sistem zonasi, jarak antara tempat tinggal atau domisili siswa dengan sekolah menjadi salah satu faktor penentu diterima atau tidak. Calon siswa yang bertempat tinggal dekat dengan sekolah memiliki peluang lebih besar diterima.
BACA JUGA:Jangan Sampai Menyesal! Begini Cara Berinvestasi Untuk Mempersiapkan Biaya Pendidikan Anak